Aktivitas Tambang Di Tepi Kuburan Di Duga Ilegal

Print Friendly, PDF & Email

Direktur Eksekutif LEKEM Kalimantan, H. Aspihani Ideris menyayangkan maraknya saat ini penambang batubara ilegal di Kalimantan Selatan, menurutnya aktivitas penambangan ilegal tersebut berpotensi membahayakan keselamatan warga sekitar, bahkan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan korban jiwa, Jum’at (15/09/2023).

Selain itu pula, kata Aspihani, aktivitas para penambang ilegal tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, dan ini dapat berpotensi menjadikan kerusakan lingkungan hidup.

“Yang jelas dampak buruknya para penambang ilegal ini mengakibatkan lingkungan sekitar hancur, karena tidak adanya upaya reklamasi sehingga sangat berpotensi terjadinya banjir, longsor, hingga mengurangi kesuburan tanah,” ujar Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini.

Alasan apapun, tegas tokoh LSM Kalimantan Selatan ini, aktivitas para penambang yang diduga ilegal di area perkebunan kelapa sawit PT. GMK (Gawi Makmur Kalimantan) Danau Kuningan Batalang Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut tersebut jelas sangat berdampak kerusakan terhadap alam dan ekosistem, habitat burung-burung dan binatang-binatang lainnya yang hidup di lokasi pertambangan tersebut serta sangat berakibat gundulnya bukit yang dijadikan lokasi pertambangan dan tercemarnya tanah disekitar lokasi pengolah tambang karena diduga berbahan merkuri.

Baca Juga:  Bangkitkan Ekonomi Masyarakat, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Gelar Festival Kuliner 2023

“Dimana tugas pemerintah saat ini? Kalau aktivitas mereka legal, amdal dan reklamasinya wajar di pertanyakan. Anda-anda digaji dari rakyat loh para pejabat ESDM, kan disana ada divisi Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA, divisi anda kan yang bergerak di bidang perencanaan dan pengelolaan tambang. Ingat !!! Jangan sampai rakyat marah, akibat mereka di celakakan oleh para penambang yang tidak bertanggungjawab. Sungguh ironis disisi kubur saja dijadikan lokasi aktivitas pertambangan, gila kali ya’,” celutus Aspihani.

Aspihani menegaskan, kalau pemerintah tidak mengambil tindakan tegas dan melakukan pembiaran, sama saja pejabatnya memberi persetujuan lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL.

“Aktivis pertambangan tidak di lengkapi dengan AMDAL jelas ada sanksinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” tukasnya.

Rian





Tinggalkan Balasan

Scroll to Top