Risalah Singkat Waliyullah Syekh Samman Al-Madani


SYEKH Muhammad Samman adalah Sayyid Muhammad bin Abdul Karim As-Samman Al-Madani Al-Hasani Al-Qadiri Asy-Syafei Al-Quraisyi atau Ghauts az-Zaman al-Waliy Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani yang jika dirunut silsilah keluarganya sampai ke Rasulullah SAW dari jalur cucunya Sayidina Hasan.

Beliau adalah ulama besar dan wali agung berdarah Ahlul Bait Nabi beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Imam Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Imam asy-Syafi’i madzab fiqih furu’ ibadahnya, dan Imam Junaid al-Baghdadi dalam tasawufnya.

Beliau tinggal di Madinah menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada bandingannya, kecuali para Anbiya wal Mursalin).

Guru mursyid beliau diantaranya adalah Sayyidina Syekh Musthafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria, keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra. dari pihak ayah, sedangkan dari pihak ibu keturunan Sayyidina Husein Sibthi Rasulullah SAW.

Pangkat kewalian beliau adalah seorang Pamungkas para wali, yakni Ghauts Zaman, dan wali Quthb al-Akwan, yakni kewalian yang hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200 tahun sekali. Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya.

Beliau banyak memiliki karomah yang tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan sampai saat inipun karamah itu terus ada. Karamah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau mendapat haq memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.

Beliau dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisyi pada tahun 1130 H/1718 M. Kelahirannya ini pula bertepatan dengan wafatnya seorang waliyullah yang lain yaitu Habib Abdullah Al-Haddad, penyusun Ratib Al-Haddad. As-Samman tinggal di dalam rumah bersejarah milik khalifah Sayidina Abu Bakar Siddiq. Sejak kecil ia telah memperlihatkan tanda-tanda keistimewaan dan keganjilan dibandingkan teman-temannya.

Ia memiliki akhlak yang mulia, gemar beribadah, menyayangi fakir miskin, sangat menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya, menyukai orang alim dan shalih, senantiasa menjauhi perbuatan tercela dan lain sebagainya. Usia 8 tahun Syekh Muhammad Samman telah hafal kitab suci Al-Quran.

Pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri, Syekh Abdul Karim. Menginjak remaja, ia belajar berbagai bidang ilmu agama kepada ulama Madinah seperti: Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syekh Sayid Athiyatullah, Syekh Muhammad Tahir, dll. Namun yang lebih mengesankan baginya adalah di bidang Tauhid dan Tasawuf. Di Bidang ini ia belajar dengan Syekh Mustafa bin Kamaluddin Al-Bakri, mengambil dan mendapat ijazah Tarekat Khalwatiyah. Selain itu, ia juga pernah belajar empat tarekat lain yakni: Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syathariyah dan Syaziliyah.

Syekh Muhammad Samman mengkolaborasikan teknik-teknik zikir dan wirid berbagai tarekat tersebut terutama Khalwatiyah serta dilengkapi dengan beberapa gubahan yang ia susun sendiri sehingga dikenal dengan nama baru yaitu Sammaniyah yang zikirnya terkenal dengan nama Ratib Samman. Beliau tidak hanya menyebarkan metode zikirnya di Madinah, tapi juga sampai ke pelosok Timur Tengah seperti: Yaman, Mesir, Sudan, Etiopia, kawasan Asia Tenggara, dll. Dengan demikian, mengamalkan Ratib Samman sama halnya dengan mengamalkan lima aliran tarekat dalam sekali waktu dan tempat dengan hanya seorang guru.

Di Madinah ia menjabat sebagai juru kunci Makam Baginda Nabi Muhammad, Rasulullah SAW. Ia juga mengajar di Madrasah Sanjariyah yang didatangi banyak murid dari negeri-negeri jauh. Dibeberapa kota di Yaman dan Hijaz didirikan Zawiyah (pondok) Sammaniyah, sedang di Jeddah Zawiyah tersebut didirikan tahun 1777, dua tahun setelah ia wafat atas biaya Sultan Palembang yang bernama Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) dengan biaya sebesar 500 Riyal. Oleh karena itu, zikir Sammaniyah ini menjadi amalan wirid di Kesultanan Palembang Darussalam sehingga Ratib Samman selain sebagai ibadat juga menjadi adat, banyak pengikutnya di Palembang sampai sekarang.

Murid-murid Syekh Muhammad Samman dan ulama-ulama lainnya menganggapnya sebagai seorang Waliyullah yang memiliki keramat yang luar biasa. Seperti dikatakan oleh Imam Syafei, masalah kekeramatan para wali adalah salah satu pokok pembicaraan orang-orang sufi, dan hal itu memang banyak terjadi sehingga mengingkarinya adalah suatu kemunafikan. Kumpulan keramat-keramat Syekh Muhammad Samman ini telah dihimpun oleh salah seorang muridnya, Syekh Siddiq bin Umar Khan, dalam kitabnya Manaqib Al-Kubra.

Syekh Muhammad Samman juga termasuk wali besar yang ke lima dalam jajaran empat wali besar sebelumnya, yaitu: (1) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, (2) Syekh Ahmad Al-Badawi, (3) Syekh Ahmad Ar-Rifai, (4) Syekh Ibrahim Ad-Dusuqi.

Semasa hidupnya, ia tidak hanya aktif dalam berdakwah ke berbagai daerah tetapi juga menjadi seorang penulis yang produktif. Semuanya ditulis dalam Bahasa Arab, kitab karangannya tersebut antara lain:

Baca Juga:  Perbaikan Jalan Pangkalan Bun - Kolam Terlihat Dugaan Pungli Kembali Muncul

1. An-Nafahat Al-Ilahiyah fi Kaifiyati Suluk Ath-Thariqat Al-Muhammadiyah.
2. Unwan Al-Khalwah fi Syani Al-Khalwah.
3. Ighasah Al-Lahfan.
4. Kasyfu Al-Asrar fima yataallaqu bihi Ismi Al-Qahhar.
5. Al-Futuhat Al-Ilahiyah fi At-Tawajuhat Al-Ruhiyah lil Hadrati Al-Muhammadiyah.
6. An-Nasihah Al-Alawiyah Lissadah Al-Ahdaliyah.
7. Asrar Al-Ibadah.
8. Qashidah Al-Ainiyah.
9. Risalah As-Samman fi Az-Zikri wa Kaifiyati.
10. Ratib Samman
11. Ahwal Al-Muraqabah
12. An-Nafahah Al-Qudsiyah.
13. Jaliyat Al-Kurbi wa Manilat Al-Arbi
(Qashidah).
14. Manhat Al-Muhammadiyah (shalawat).

Syekh Muhammad Samman wafat di Madinah pada tanggal 2 Zul Hijjah 1189 H bersamaan 23 Januari 1776 M. hari Rabu pagi dalam usia 57 tahun, setelah jatuh sakit selama 17 hari. Dimakamkan di Baqi berdekatan dengan kuburan para isteri Rasulullah SAW.

Murid-murid Syekh Muhammad Samman di Indonesia cukup banyak, diantaranya: Syekh Muhammad Arsyad Banjary atau dikenal sebagai Datu Kelampayan asal tanah Banjar Kalsel, Syekh Abdurrahman Misri, Syekh Abdul Wahab Bugis, Syekh Muhammad Nafis Banjar, Syekh Abdus Samad Al Palimbani, Syekh Muhammad Muhyiddin Al-Palimbani dan Kemas Ahmad bin Abdullah.

Sampai sekarang, Ratib Samman masih sering dibaca oleh masyarakat. Pembacaan Ratib merupakan manifestasi rasa syukur dan ingat (zikir) kepada Allah SWT.

Diantara wasiat yang diberikan Syekh Samman Al-Madani adalah :

1. Berkata al-Imam al-Quthb al-Ghauts az-Zaman al-Waliy al-Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani:

“Tidaklah aku diangkat Allah Swt. menjadi al-Waly al-Quthb al-Ghauts dan Quthb al-Akwan melainkan aku selalu rutin membaca doa; Allahummaghfir li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummarham li-ummati sayyidinina Muhammad. Allahummastur li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummajbur li-ummati sayyidina Muhammad SAW. 4X berturut-turut setelah selesai sholat Shubuh sebelum berkata-kata urusan dunia dan dia istiqamah membacanya maka ia menempati martabat fadhilah Quthub.”

Maksud beliau memberikan amalan ini ialah agar kita selalu bersatu sesama ummat islam dan sebagai ummatnya Rasulullah SAW. janganlah ada iri dengki dan buruk sangka terhadap sesama sekalipun seseorang itu kelihatannya hina.

Baca Juga:  Darmizal Pantas Jadi Menteri, Tiket PD Bukan Dia?

Jadi membaca doa ini setelah sholat Shubuh dengan niatan mudah-mudahan semua ummat Rasulullah SAW. diampuni Allah SWT. Atas segala dosa, dimudahkan Allah SWT. untuk mengamalkannya dan dengan harapan semoga hati kita dibersihkan dari segala penyakit hati seperti riya, ujub, takabbur, sombong, iri, dengki, hasud, berperasangka buruk dan sifat-sifat buruk lainnya.

2. “Barangsiapa mengambil thariqah kepadaku dan mengamalkannya niscaya pasti ia akan mendapatkan rasa majdzub di dalam dunia (diambil oleh Allah SWT. aqalnya yang Basyariyyah diganti dengan aqal yang bersifat Rabbaniyah) yakni diambil oleh Allah akan rasa punya wujud dan sifat dan af’al diganti dengan rasa ‘adam mahdhah adam semata” yakni tiada punya wujud, sifat dan af’al melainkan hanya Allah SWT. yang punya wujud hakiki, minimal di saat sakaratul maut.”

3. “Perkataan aku ini seperti perkataan Sayyidi Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Barangsiapa yang menyerukan aku “Ya Samman, Ya Samman, Ya Samman” diketika mendapat kesusahan, niscaya aku akan datang menolongnya.”.

Sumber penulisan : mengutip dari berbagai tulisan yang didapatkan oleh penulis.

Dibaca 2,467 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top