SUARAKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruhnya pembelaan mantan Kadis ESDM Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. JPU juga memastikan, hingga saat ini tak ada bukti kuat yang ditemukan di persidangan tentang kebenaran bahwa ada aliran dana ke mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, baik itu Rp27,6 miliar terlebih Rp89 miliar.
“Nggak ada bupati (mantan bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, red) yang menerima. Kemarin sudah dinyatakan, di angka Rp27,6 m itu tidak ada mengalir di situ. Obyek kami hanya di situ. Di luar dari itu nggak ada urusan dengan kami. Rp89 miliar itu nggak ada dalam fakta persidangan,” kata Abdul Salam salah seorang tim JPU dari Kejaksaan Agung kepada awak media usai sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi izin pertambangan, dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, Dwidjono di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Senin (13/6/2022).
Hal tersebut dikemukakan JPU Abdul Salam, berkaitan dengan pernyataan terdakwa Dwidjono dalam pembelaannya bahwa dia diperiksa KPK terkait adanya dana Rp89 miliar yang disebut-sebut di persidangan mengalir ke Mardani H Maming.
Salam sekali lagi menegaskan bahwa terkait hal itu bukan ranah mereka. Pembuktian JPU itu berdasarkan dakwaan dan fakta persidangan.
Salam memastikan, hingga saat ini tak ada bukti kuat yang ditemukan di persidangan tentang kebenaran bahwa ada aliran dana ke mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut. Baik di Rp27,6 miliar terlebih Rp89 miliar.
“Bisa dicek. Lihat di putusan persidangan nanti hakim ada nggak mempertimbangkan itu,” lanjutnya.
Dijelaskan Abdul Salam, soal isu Rp89 miliar itu mencuat setelah adik dari Henndry Soetio, bernama Crishtian Soetio dihadirkan sebagai saksi oleh pihak pengacara terdakwa.
“Crishtian itu saksi hanya mendengarkan. Testimoni auditor. Dia hanya mendengar dari saudaranya. Dia bukan pelaku langsung. Dia tidak tahu tentang keuangan. Adapun bukti hanya terkait kerjasama,” ucap Abdul Salam.
Lebih jauh dikatakan Salam, pihaknya tak berani berasumsi soal aliran dana Rp89 miliar tersebut. “Tidak bisa kita berasumsi, kita bicara fakta hukum. Saya tidak memihak pada siapa-siapa. Saya tegak lurus. Sesuai dakwaan. Di luar itu kami nggak bisa beri penjelasan,” katanya.
Dalam pembelaannya, terdakwa Dwidjono di Pengadilan Tipikor PN Banjarmasin tadi siang, Senin (13/6/2022), menyatakan duit Rp27,6 yang diterima dari Hendry Soetio bukan suap, melainkan utang piutang.
Atas pembelaan terdakwa tersebut, JPU dalam tanggapannya memastikan bahwa pihaknya tetap pada tuntutan. Menurut jaksa, terdakwa Dwi tetap dituntut hukuman penjara selama 5 tahun, serta denda Rp1,3 miliar karena terbukti atas dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap, serta tindak pidana pencucian uang (TTPU).
“Kami menolak semua pembelaan terdakwa karena bertentangan dengan fakta hukum di persidangan,” ujar Salam saat diwawancarai usai perdagangan.
Pihaknya kata Salam, memiliki bukti yang kuat bahwa Dwi memang benar-benar bersalah.
(Tim)