KALSEL, Suarakalimantan.com – Perusahaan Daerah (PD) Baramarta pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) yang beroperasi di wilayah Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan disinyalir mengabaikan tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap lingkungan.
Salah satu tokoh pemuda di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, Mahyuni mendatangi sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di Banjarmasin untuk mendapatkan solusi berkaitan tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) PD Baramarta terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya lokasi pertambangan batubara nya.
Mahyuni mengatakan, PD Baramarta selama ini tidak pernah peduli dengan masyarakat terdampak akibat aktifitas tambang batubara dibawah koordinasi PD Baramarta, ucapnya, Senin (9/5/2022) kepada sejumlah wartawan.
Menurut Mahyuni, disaat pihaknya mempertanyakan ke pihak PD Baramarta pada tahun 2019 yang lalu di kantornya di Martapura, salah satu karyawan PD Baramarta mengatakan, permasalahan CSR itu sudah sejak lama di kelola oleh yayasan “Bina Lingkungan Hidup Indonesia” (BLHI) Kalimantan, dalam ceritanya.
“Anda temui saja pimpinan BLHI saudara Badrul Ain kalau ingin menanyakan permasalahan Corporate Social Responsibility (CSR), karena CSR PD Baramarta sejak dulu sudah dikelola yayasan tersebut,” ucap Mahyuni seakan-akan menirukan ucapan pegawai PD Baramarta tersebut.
Mahyuni memaparkan, 11 tahun berjalan ini PD Baramarta tidak pernah memberikan bantuan sosial yang berarti terhadap masyarakat sekitar lingkungan wilayah pertambangan PKP2B PD. Baramarta.
“Tahun 2011 dulu pernah masyarakat menerima bantuan sosial penyaluran CSR tersebut, namun itupun sangat tidak maksimal dan sangat jauh dari harapan yang diinginkan masyarakat, karena bantuan tersebut habis di jalan buat biaya bolak-balik antara Sungai Pinang (lokasi pertambangan batubara milik PD Baramarta) ke Martapura (kantor PD Baramarta),” ujar Mahyuni.
Kita tidak tahu jelas, ucap Yuni, patut diduga apakah ini ada permainan PD Baramarta atau BLHI, siapakah yang bermain di balik penggunaan dana CRS tersebut? Dikarenakan sampai saat ini kami tidak mendapatkan dana CSR tersebut lagi.
“Disaat kami menemui pak Badrul Ain selalu Direktur BLHI, saya malahan diminta menemui pak Hus di kantor PD Baramarta, dan oleh pak Hus saya di minta menemui pak Badrul Ain dengan alasannya pak Hus bukan pelaku yang bisa mengambil kebijakan dan wewenang, kata pak Hus silakan tanyakan saja ke Badrul Ain. Sepertinya saya seperti dijadikan Bola Pingpong,” tukas Yuni panggilan akrabnya.
“Disaat mau merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia kami pernah mengajukan proposal minta bantuan dana untuk kegiatan tersebut, namun tidak pernah ditanggapi, bahkan Proposal Langgar Muhajirin RT 02 Desa Sungai pinang saja sampai sekarang tidak pernah di perhatikan juga,” jelas Yuni.
Senandung nada, Syamsir salah satu tokoh aktifis di Sungai Pinang mengatakan, PD Baramarta menurut pantauan kami sudah lebih dari sepuluh tahun ini tidak pernah maksimal memenuhi kewajibannya memberikan CSR terhadap masyarakat di sekitar tambang batubara ini.
“Dulu pernah ada media memvideokan perkebunan di wilayah kami ini, dengan men dalihkan bahwa perkebunan itu adalah bantuan program CSR PD Baramarta, namun langsung di tangkal oleh pemilik kebun, akhirnya media tersebut membatalkannya mengambil video perkebunan tersebut, nah ini jelas manipulasi yang mereka lakukan. Semoga PD Baramarta untuk kedepannya ini bisa benar-benar menyalurkan kewajiban nya dengan menjalankan program CSR sebagaimana UU di Indonesia yang berlaku saat ini,” ucapnya ringkas kepada awak media ini Senin (9/5/2022).
Wakil Direktur Pemerhati Lingkungan dan Tambang (PELITA) Kalimantan, Wijiono, SH, MH mengatakan sebuah perusahaan yang mendapatkan hasil produksi dari Sumber Daya Alam menurut Pasal 1 angka 3 UUPT, maka bertanggung jawab sosial dan lingkungan guna pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, katanya saat dihubungi awak media ini lewat telepon, Senin (9/5/2022).
“Kan PD Baramarta ini milik Pemkab Banjar, seharusnya kewajiban memberikan bantuan sosial lewat program CRS itu wajib diutamakan, apalagi wilayah Kecamatan Sungai Pinang itukan bagian dari wilayah Kabupaten Banjar juga,” ucap Mas Wiji panggilan akrabnya.
Dari data yang didapatkan, papar Wijiono yang di ketahui Sekretaris Jenderal di Organisasi Advokat “Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI)”, PD Baramarta mendapatkan hasil Sumber Daya Alam berupa tambang batubara di wilayah Kecamatan Sungai Pinang tersebut cukup banyak, Tahun 2011 PD Baramarta mendapatkan sekitar Rp 45 Miliar, Tahun 2012 Rp 49 Miliar, dan Tahun 2013 mencapai Rp 53 Miliar.
“Jadi jika PD Baramarta tidak menyalurkan CSR nya di wilayah Kecamatan Sungai Pinang, maka itu merupakan hal yang sangat tidak wajar dan memalukan“, papar Wijiono.
Senandung nada, Wakil Sekretaris Jenderal Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM Kalimantan), Drs. Abdussani, SH, M.I.Kom, Senin pagi (9/5/2022) mengatakan, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau Corporate Social Responsibility (TJSL) itu wajib dilaksanakan oleh perusahaan tambang batu bara sekelas PD Baramarta.
Salah satu Pengacara dan Dosen di Bumi Lambung Mangkurat ini berkata, Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Bang Sani panggilan akrabnya dalam keseharian ini menjelaskan, selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari TJSL.
Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa Peringatan tertulis; Pembatasan kegiatan usaha; Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Selain dikenai sanksi administratif, menurut bang Sani, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) UU 25/2007).
“PD Baramarta itu bertanggung jawab atas pekerjaannya di Sungai Pinang, dimana tanggungjawab itu sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan yang di sebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Karena tanggung jawabnya itu merupakan komitmen perusahaan dalam dunia bisnis untuk berkontribusi pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, dan menitik beratkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan sekitarnya,” kata Aspihani Ideris saat di hubungi awak media ini untuk tanggapannya, Senin (9/5/2022).
Tokoh aktifis dan juga seorang Dosen Hukum di perguruan tinggi terkemuka di Kalimantan Selatan ini, mengatakan, bahwa CSR merupakan kewajiban perusahaan untuk menyalurkannya dan bukan kebaikan dari perusahaan, karena tersebut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memerintahkannya, dimana termuat dalam pasal 1 ayat (3), pasal 66 ayat (2) dan pasal 74 ayat (1).
Selain dari Ketentuan tadi, mengenai CSR juga termuat dalam ketentuan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana tertuang dalam pasal 15 huruf (b), PD Baramarta berkewajiban untuk mengimplementasikan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut untuk tiap tahunnya. Perlu di catat, kewajiban ini bukan hanya untuk PD Baramarta, namun berlaku untuk semua perseroan terbatas” ucapnya.
Karenanya, Aspihani mengharapkan DPRD Banjar menyurati semua perseroan terbatas yang bergerak dalam pengelolaan lingkungan, yakni perusahaan yang menggeluti dunia pertambangan untuk melaksanakan kewajibannya menerapkan program CSR tersebut. Selain itu pula, setiap perseroan terbatas harus memperhatikan Ketentuan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan, karena didalam pasal 68 UU No. 32 tahun 2009 menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu dan menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup serta menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, tukasnya. (Red)