BANJARMASIN, Suarakalimantan.com – Maraknya pemberitaan diberbagai media yang hanya mengarah ke salah satu saksi terkait perkara korupsi dengan terdakwa mantan Kadis ESDM Tanah Bumbu, Raden Dwijono terkesan ada pihak lain yang bermain.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI), Aspihani Ideris, seusai melaksanakan Sholat Jum’at (22/4/2022) secara tertulis kepada media ini.
Menurut mantan aktivis pergerakan Kalsel dan juga mantan jurnalis ini, bahwa masifnya pemberitaan diberbagai media saat ini terkesan kawan-kawan mengabaikan etika ke jurnalisan yang seharusnya fokus pada pokok masalah dan tidak menghakimi pihak lain dengan memanfaatkan perkara yang ada.
“Hemat saya, pemberitaan yang mengarah ke salah satu saksi itu seakan-akan ada unsur kesengajaan untuk menjatuhkan harkat dan martabat orang yang diserang, seseorang yang diserang itu jika ia tidak terima bisa saja melaporkannya ke Polisi dengan tuduhan mencemarkan nama baiknya. Karena seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik itu jelas sebuah pelanggaran UU ITE” ujar Aspihani.
Pencemaran nama baik secara elektronik itu, kata Aspihani sebua pelanggaran pidana sebagaimana dijelaskan Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, yang sanksi pidana penjaranya maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.
“Karena itu seharusnya media yang bijak lebih fokus memberitakan pokok permasalahan saja, yaitu ke terdakwa korupsi itu sendiri, bukan menukilkan ke salah satu saksi,” tegas Aspihani.
Perlu ditegaskan bahwa seorang saksi bukan seorang tersangka ataupun seorang terdakwa. Memang kata Aspihani, seorang saksi bisa saja mendapatkan sanksi pidana jika yang bersangkutan selalu mengabaikan panggilan untuk memaparkan kesaksiannya di depan pengadilan.
Namun kata Pengacara dan juga Dosen Hukum di UNISKA ini, seorang saksi yang berhadir walau lewat secara online, maka yang bersangkutan tidak bisa lagi dikatakan mangkir atau melanggar hukum sebagaimana di jelaskan Pasal 156 Jo Pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Saya lihat Pak Mardani H Maming sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, dan beliau hadir walau lewat online pada persidangan Senin (18/04/2022) kemaren, jadi apa kesalahan yang di perbuatan beliau, tidak ada kan? Artinya permasalahan kehadiran beliau secara on-line tidak perlu dipermasalahkan lagi,” ujar Alumni Magister Hukum UNISMA – MALANG angkatan 2010 ini.
Selain itu kata Aspihani, dikarenakan kondisi pandemi sekarang ini (covid-19), jangankan dalam proses persidangan, dalam perkuliahan, rapat-rapat maupun kegiatan yang mengharuskan dilaksanakan pertemuan langsung, bisa saja dilaksanakan dengan sistem jarak jauh malahan di perioritas kan secara dering atau online.
Aspihani pun mengatakan walau dalam ketentuan UU ditegaskan, siapa pun orangnya entah saksi atau saksi pelapor bisa saja dapat ditetapkan sebagai tersangka jika ditemukan dua alat bukti atas kesalahan yang mereka perbuat, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan tersangka, maupun alat bukti surat atau dokumen tertentu, ucapnya.
Aspihani Ideris menerangkan, penetapan seseorang menjadi tersangka diatur dalam Pasal 184 dan Pasal 185 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Di paparkannya bahwa alat bukti yang sah untuk menjadikan seseorang tersangka adalah, keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk dan keterangan terdakwa serta sesuatu hal yang sudah diketahui secara umum tanpa perlu dibuktikan.
“Karena itu, seorang jurnalis harus bisa memilah dan bersikap profesional dalam menaikan pemberitaan. Karena seorang jurnalis itu tidak mengenal teman kerabat ataupun lawan dalam menjalankan profesinya.” Tutupnya. (Red)