Materi Penyampaian saat pelatihan paralegal Kepala Desa di Cilegon – Banten….
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil ( Dukcapil ) Kementerian Dalam Negeri, jumlah desa yang tersebar di 34 provinsi seluruh Indonesia sebanyak 83.381 desa. Dan semua desa tersebut mendapat bantuan dana dari pemerintah.
Dana desa adalah alokasi dana untuk membangun desa dalam APBN, yang disalurkan melalui APBD. Dana desa tersebut merupakan salah satu bentuk pemasukan desa. Terkait dana desa, jumlah alokasi, tujuan, dan prioritas dari dana tersebut diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Berikut ulasan selengkapnya.
Dalam menjalankan pemerintahan di suatu desa, pemerintah desa tentu memerlukan sejumlah dana. Berdasarkan Pasal 72 UU No 6 tahun 2014 jo Perppu No. 1 tabun 2020, desa memiliki beberapa sumber pendapatan. Jika dirinci, pendapatnya berasal dari pendapatan asli, alokasi APBN, bagian hasil pajak dan retribusi daerah, bantuan keuangan dari APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota, hibah dan sumbangan dari pihak ketiga, serta dana desa. Pendapatan asli desa merupakan pendapatan yang didapat desa atas berbagai hal, seperti hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lainnya.
Dana desa digunakan untuk apa saja? Pasal 1 angka 2 PP No. 60 tahun 2014 jo PP No. 8 tahun 2016 mengartikan dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan dana desa ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Terkait alokasi, Pasal 5 PP 60 tahun 2014 menerangkan bahwa dana desa dialokasikan oleh pemerintah untuk desa. Pengalokasiannya dihitung berdasarkan jumlah desa dan dengan memperhatikan sejumlah hal. Di antaranya, jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
Dana desa adalah alokasi dana untuk membangun desa dalam APBN, yang disalurkan melalui Anggara Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Lebih lanjut, alokasi dana desa merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Besaran alokasi dana desa sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) UU No. 6 tahun 2014 jo Perppu No. 1 tahun 2020 adalah paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus.
Apa tujuan dari pengalokasian dana desa? Diterangkan Pasal 19 PP No 60 tahun 2014, dana desa ditujukan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Sehubungan dengan hal itu, penggunaan dana diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Dirincikan dalam Penjelasan Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 2014, pada prinsipnya dana ini dialokasikan APBN untuk membiayai kewenangan yang menjadi tanggung jawab desa. Namun, untuk mengoptimalkannya, penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, bentuknya berupa pembangunan pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur; serta pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
Penyaluran Dana Desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD untuk selanjutnya dilakukan pemindahbukuan dari RKUD ke RKD.
Penyaluran Dana Desa dilakukan secara dua tahap, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. tahap I, paling cepat bulan Maret dan paling lambat bulan Juli sebesar 60% (enam puluh persen); dan
2. tahap II, pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh persen).
Penyaluran dari RKUD ke RKD dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Dana Desa diterima di RKUD.
Penyaluran Dana Desa di RKUN ke RKUD tahap I dilakukan setelah Kepala KPPN menerima :
1. peraturan daerah mengenai APBD kabupaten/kota tahun anggaran berjalan;
2. peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan sanksi Dana Desa setiap Desa;
3. laporan realisasi Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
4. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun anggaran sebelumnya.
Penyaluran Dana Desa tahap II dilakukan setelah Kepala KPPN menerima :
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahap I dari bupati/walikota, menunjukkan paling kurang sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari Dana Desa yang diterima di RKUD telah disalurkan ke RKD; dan
2. konsolidasi realisasi penyerapan dan pencapaian output Dana Desa laporan tahap I dari bupati/walikota, menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dan rata-rata pencapaian output paling kurang sebesar 50% (lima puluh persen). Capaian output paling kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dihitung berdasarkan rata-rata proporsi laporan capaian output dari seluruh desa.
Ketentuan Dana Desa, sebagaimana dimaksud di atas berlaku mulai tahun 2018. Untuk tahun 2017, ditetapkan sebagai berikut :
1. tahap I, bulan April paling cepat dan bulan Juli paling lambat sebesar 60% (enam puluh persen); dan
2. tahap II, pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh persen).
Dokumen persyaratan Dana Desa Tahap I Tahun Anggaran 2017, disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan selanjutnya untuk Tahap II disampaikan ke KPPN.
Dalam hal bupati/walikota tidak menyampaikan persyaratan di Dana Desa Tahap I sampai dengan bulan Juli dan persyaratan di Dana Desa Tahap II sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi Sisa Dana Desa di RKUN dan tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
Sejak dikucurkannya bantuan desa berupa dana desa tersebut, sedikitnya 900 orang kepala desa yang ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak korupsi pengelolaan Pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Para kepala desa tersebut menjadi tersangka dikenakan telah melanggar Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Oleh karenanya, setiap kepala desa harus benar-benar jujur dan transparan dalam menggunakan dana desa tersebut agar terhindar dari jeratan hukum yang senantiasa selalu mengintai setiap langkahnya.
Para advokat/ pengacara dari Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia disingkat P3HI yang tersebar di seluruh Indonesia siap memberikan pendampingan hukum dan siap waktu untuk berdiskusi maupun melaksanakan pelatihan paralegal guna memberikan pengetahuan hukum tentang tatacara penggunaan dana desa terhadap para kepala desa, sehingga lebih mengetahui dalam membuat pertanggung-jawaban pengeluaran dana desa tersebut.
Penyampaian : oleh Sayyid Aspihani Assegaf (Ketua Umum P3HI)
Ditulis oleh : Wijiono (Sekretaris Jenderal P3HI)