SUARAKALIMANTAN.COM – KALTENG. PENAGIH utang atau Debt colector dapat dipidana dengan disangkakan atas perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 ayat (1), bahkan dapat juga di tempatkan pasal berlapis dengan tuduhan Pencurian dengan Kekerasan sebagimana Pasal 365 ayat (4), 368 ayat (2) KUHP jo Pasal 53 KUHP dengan ancaman pidananya sembilan tahun penjara. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) H. Aspihani Ideris, S.A.P., S.H., M.H. dalam pidatonya disaat pelantikan Advokat/Pengacara P3HI angkatan Ke VIII di Palangka Raya, Minggu malam (29/8/2021).
Pasal 378 KUHP juga bisa diterapkan, ucap Aspihani yang diketahui salah satu Dosen Fakultas Hukum UNISKA, hal ini dikarenakan perbuatan debt collector dikatagorekan merupakan sebuah perbuatan pengambilan barang dengan modus penipuan dengan ancaman pidana empat tahun penjara.
Ancaman hukuman penjaranya berpariasi, apabila dilakukan sendiri, kata Aspihani, maka bisa terancam 5 tahun penjara dan 7 tahun penjara bila dilakukan dua orang.
Sedangkan kata tokoh pergerakan Kalimantan ini, bila penarikan dilakukan dan secara bersama-sama dengan jumlah lebih dari 3 orang maka para debt collector tersebut terancam 9 tahun penjara.
“Apabila dilakukan malam hari, kemudian merampas di rumah debitur tersebut dengan cara kekerasan maka bisa dikenakan hukuman 12 tahun penjara,” ujar Alawiyin bermarga Assegaf ini.
Putusan MK bernomor 18/PUU-XVII/2019 menegaskan, selama ini tak ada tata cara pelaksanaan eksekusi atau penarikan barang leasing jika kreditur melewati tenggat pembayaran. Artinya penarikan barang Leasing itu harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Jika menjalankan eksekusi Jaminan Fidusia pun harus berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 tahun 2011.
Untuk pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, kata Aspihani, Polri menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2011 sebagaimana dijelaskan di Pasal 2 yang bertujuan untuk terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat diperjelas.
Aspihani berharap, dengan dikeluarkannya peraturan Kapolri tersebut, dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga tidak ada lagi terjadi sebuah tindakan kekerasan.
Dijelaskannya, dengan adanya Perkap No. 8 tahun 2011 ini, para kreditur sendiri akan mendapatkan kepastian dan keamanan hukum dalam melaksanakan eksekusi.
Jurnalis : Barlis Irawan