Suarakalimantan.com – Banjarmasin, Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Berdasarkan data World Bank pada 2017, Indonesia adalah negara ke-4 di dunia dengan jumlah balita stunting tertinggi. Data termutakhir dari hasil riset studi status gizi balita Indonesia (SSGBI) 2019 mencatat bahwa jumlah balita stunting di Indonesia saat ini mencapai 27,67 persen. Artinya, terdapat 6.3 juta dari populasi 23 juta balita di Indonesia yang mempunyai masalah stunting.
Jumlah yang telah melampaui nilai standar maksimal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita dalam suatu negara. Sedangkan di Kalimantan Selatan angka stunting juga cukup tinggi, yaitu di angka 33,2 persen (data riset dasar kesehatan tahun 2018) dan 28,8 persen (data e-PPGBM tahun 2018).
“Terkait data itu, saya berharap rentang nilai antara data riset kesehatan dan data e-PPGBM makin mengecil. Data riset itu hanya sampel tapi alat ukurnya terstandar sedangkan e-PPGBM semua populasi tapi alatnya seadanya.” Ucap Muhammad Syaripuddin, Wakil Ketua DPRD Kalsel, yang sering dipanggil Bang Dhin kepada media ini, Sabtu (28/8/2021).
Sebagai informasi e-PPGBM adalah aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat yang merupakan bagian dari gizi terpadu yang dapat digunakan untuk mencatat data sasaran individu dan penimbangan atau pengukurannya dapat memberikan feedback (respon) secara langsung status gizi sasaran tersebut.
“Susahnya lagi adalah, petugas gizi di Kalsel masih kurang, 1 petugas gizi ada yang sampai mengurus 3 desa” terang Bang Dhin.
Berdasarkan data informasi SDM Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan didapatkan Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk (Per Provinsi) Per 100.000 Penduduk di Kalimantan Selatan untuk Ahli Gizi adalah 1 : 19.
Sedangkan sesuai dengan Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, terutama dengan mengacu pada metode perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan pendekatan rasio terhadap nilai tertentu pada tahun 2019 diharapkan ketersediaan tenaga gizi 48 per 100.000 penduduk.
“Jadi PR kita adalah, pertama penuhi kebutuhan profesi ahli gizi, kemudian lengkapi mereka dengan alat ukur yang standar. Sekian senti itu sangat berarti loh ya. Alat ukur itu merupakan alat tempur orang gizi” tutup Bang Dhin. (Ril)