SuaraKalimantan.Com – Banjarmasin. PEMOTONGAN insentif Tenaga Kesehatan (Nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin yang diduga kuat dilakukan oleh oknum pegawai rumah sakit tersebut jelas merupakan bentuk pelanggaran hukum dan dapat dipidana.
“Kalau benar ada pemotongan insentif tersebut Nakes tersebut, jelas dong !!! ini ada pidananya, karena memotong insentif sepihak tanpa persetujuan penerimanya adalah sebuah bentuk pelanggaran hukum sebagaimana ditegaskan pada Pasal 378 KUHP. Apalagi pemotongannya hingga mencapai angka 35 persen. Ini sungguh sangat keterlaluan, bak menari-nari di atas penderitaan orang lain,” ungkap pengamat hukum H Aspihani Ideris SH MH, sebagaimana disampaikan ke pada sejumlah penulis berita, Jum’at (27/8/21) sore saat ditemui di Banjarmasin.
Apalagi, sambung tokoh pergerakan Kalimantan yang juga seorang pengacara nasional ini, sudah ada aturan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan (Menkes) Maret 2021 Nomor HK.01.07/Menkes/4239/2021, bahwa system menerimaan insentif tersebut langsung ditransfer ke rekening tenaga kesehatan yang bersangkutan.
“Alasan yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel, Muhammad Muslim dalam pemberitaan yang lalu, jika pemangkasan insentif ini dikarenakan APBD Kalsel hanya mampu mencairkan 65 persen saja dari pagu sesuai penetapan Kemenkes RI, hal demikian bukanlah sebuah alasan yang bisa diterima secara hukum,” tegas Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) sebuah organisasi advokat yang didirikan di tahun 2018 di Kalimantan Selatan.
Apapun alasannya, jelas Aspihani, memotong jatah hak insentif tenaga kesehatan tanpa persetujuan mereka (penerima insentif), jelas sebuah bentuk perbuatan pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan.
Penerima Nakes yang dirugikan jika tidak terima dan merasa dirugikan bisa saja melaporkan perkara tersebut ke pihak berwajib guna mendoktrin ke depannya jangan sampai permasalahan asal potong tanpa koordinasi kesepakatan terulang kembali, ucap Dosen Hukum UNISKA ini.
Selain pemotongan insentif dikatagorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum sebagaimana Pasal 378 KUHP, pelakunya juga bisa saja dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 20 Tahun 1999, demikian penjelasan Aspihani Ideris.
Jurnalis : Bagas