SuaraKalimantan.com, Palangka Raya – Salah satu yang menjadi sorotan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Provinsi Kalimantan Tengah yaitu pernikahan usia anak.
“Pernikahan sejatinya bukan hanya tentang kesiapan finansial, apalagi hanya masalah cinta saja, tetapi lebih mengarah kepada kesiapan mental. Terlebih lagi pernikahan yang dilakukan oleh anak. Mental yang belum siap menerima kenyataan hidup pasca menikah dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kesehatan reproduksi, tingginya angka perceraian, kelahiran bayi stunting dan masih banyak lagi,” kata Sekretaris PD KMHDI Kalteng Lira Hartami di Palangka Raya.
Terlebih lagi pada masa pandemi covid 19 di Indonesia kasus pernikahan anak mengalami peningkatan yang sangat drastis.
Pada rentang waktu bulan Januari-Juni 2020 terdapat 34.000 pemohon dispensasi pernikahan dini ( di bawah usia 19 tahun) diajukan, dan 97% di antaranya dikabulkan(dikutip dari BBC.com).
Lira Hartami menegaskan kembali Provinsi Kalimantan Tengah berada pada posisi kedua tertinggi di Indonesia. Untuk itu upaya penanggulangan yang harus dilakukan membutuhkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat, dan stecholder pemerintahan untuk dapat saling bahu membahu bekerjasama.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa tingginya kasus pernikahan usia anak di Kalimantan Tengah dikarena beberapa faktor seperti faktor sosial budaya, pendidikan bahkan ekonomi.
Lira menyebutkan, permasalahan ekonomi yang dianggap paling tinggi menyebabkan pernikahan usia anak apalagi ditengah situasi pendemi covid 19, karena kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga untuk mengurangi beban keluarga, mencari pendamping hidup terlebih bagi anak perempuan dianggap solusi yang tepat.
Padahal SDM tersebut belum memahami dengan baik resiko pernikahan usia anak. Pernikahan usia anak tidak hanya berdampak pada anak yang dinikahkan saja, namun juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi akan memunculkan kemiskinan antar generasi.
Lebih lanjut lagi pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk dapat bersama-sama mencegah pernikahan usia anak, pada setiap daerah disekitar kita.
Diperlukan pula dukungan dari setiap elemen masyarakat dan para pemangku kebijakan agar dapat mewujudkan daerah layak anak, artinya daerah tanpa pernikahan usia anak.
“Terkhususnya pada saat pandemi ini bukan hanya bantuan materiil yang dibutuhkan masyarakat, tetapi permodalan dan pelatihan yang berkesinambungan untuk dapat mewujudkan kemandirian masyarakat secara ekonomi,” pungkas srikandi bernamakan Lira Hartami ketika menghubungi awak media ini pada Minggu sore (28/2/2021).
Jurnalis : Yohanes Eka Irawanto, SE