SuaraKalimantan.Com – Banjarmasin. VIRAL-Nya video sekelompok orang berpakaian parlente memaksa membubarkan puluhan aktivis LSM dan ratusan warga korban banjir bandang di Kalsel yang ingin melaksanakan deklarasi class action di siring Sungai Martapura Kilometer Nol Banjarmasin, Senin (1/2/2021) berlanjut di polisi.
“Kami dipaksa oleh Puar Junaidi dan kawan-kawannya membubarkan diri dari tempat rencana deklarasi class action para LSM dan ratusan korban banjir. Padahal kegiatan kami sudah berizin. Akibat perbuatan bak preman intelektual itu terpaksa saya laporkan kepolisi. Alhamdulillah laporan ini diterima, kita berharap hukum adalah panglima,” tegas tokoh Aktivis LSM Kalsel ini.
Pada Senin lalu (1/2/2021) sejumlah LSM dan ratusan warga terdampak banjir Kalsel akan menggelar deklarasi gugatan class action di siring titik NOL kilometer terpaksa membatalkan aksinya yang sudah mendapat izin dari Polda Kalsel. Batalnya aksi ini diduga akibat dibubarkan paksa oleh oknum politisi bersama sejumlah preman dan video aksi pembubaran beredar luas di berbagai media sosial.
Tokoh aktivis Kalsel, Aliansyah yang mengkoordinatori rencana menggelar aksi deklarasi tersebut dan dibubarkan paksa mengaku sangat menyesalkan adanya aksi sekelompok orang melakukan pengancaman, merampas dan dengan ngomel-ngomel memaksa membubarkan persiapan acara deklarasi class action pihaknya.
Menurut Aliansyah ini negara hukum, dan kalau ada aksi premanisme yang mengganggu orang lain serta mengancam, maka itu sangat membahayakan masyarakat, sebab seperti hukum rimba saja.
“Kami merasa sangat terancam dengan perbuatan oknum politisi partai penguasa di Kalsel ini bersama preman-preman tersebut. Karena itu kami meminta perlindungan kepada penegak hukum, dalam hal ini ke Polda Kalsel dan sekaligus melaporkan perbuatan pidana pengancaman, perampasan dan persekusi yang terjadi disaksikan aparat penegak hukum,” tegasnya, kata Aliansyah, Kamis (4/2/2021).
“Alhamdulillah laporan saya ke Polda Kalsel telah diterima dengan baik. Tidak ada orang atau siapapun di negara hukum ini yang kebal hukum. Kita selalu akan kawal laporan saya ini, dan semoga aparat kepolisian benar-benar bisa menegakan hukum dengan benar atas perkara yang kami laporkan ini, alat bukti sudah tidak diragukan lagi,” tandasnya.
Pada kesempatan inipun Aliansyah membeberkan kronologis dugaan aksi pengancaman, perampasan, persekusi dan pembubaran rencana aksi deklarasi class action yang pihaknya gelar.
Kejadiannya kata Ali, seperti pada video yang viral beredar luas di media sosial, yakni ketika kami bersiap menggelar aksi deklarasi tersebut, kami didatangi oknum petinggi Partai Golkar Kalsel bernama Puar Junaidi dan kawan-kawannya.
“Mereka datang bak jagoan preman intelektual berpakaian parlente, seakan-akan seperti ibarat di film-film itu….!!!!, pemimpinnya (red Puar Juanaidi) sambil bekecak pinggang serta sambil teriak-teriak mereka memaksa kami bubar dengan disertai ancaman-ancaman dan fitnahan,” pungkas Aliansyah.
Menurut Aliansyah, kedatangan mereka tersebut sambil teriak menantang seraya memaksa deklarasi dan aksi demontrasi ratusan warga yang korban banjir besar tersebut untuk segera bubar.
“Mereka teriak-teriak dengan nada fitnah dan mencemarkan nama baik ketua tim dan organisasi advokat P3HI, wadah pengacara yang kami tunjuk dan kami beri kuasa untuk melakukan gugatan class action tersebut,” ucapnya.
Mengenai pasal yang kami sangkakan ada beberapa pasal perbuatan mereka yang di nilai melanggar hukum.
“Karena pelakunya tidak sendirian, yang jelas pasal 170 ayat 1 KUHP itu tidak bisa dipisahkan dari UU No. 9 Tahun 1998 Pasal 18 ayat (1), pasal 310, dan pasal 368 KUHP,” ujarnya.
Pasal di atas, beber Aliansyah adalah atas perbuatan mereka yang membubarkan deklarasi class action, merampas spanduk kami, dan teriak-teriak petantang petinting bak jagoan mencermenkan seorang preman serta juga sama halnya dengan mencemarkan nama baik kami, tukasnya. (TIM)