SuaraKalimantan.com, Palangka Raya – Masyarakat Adat Laman Kinipan telah hidup secara turun temurun memegang tradisi dari para leluhur mereka hingga sekarang.
Masyarakat Adat Laman Kinipan yang merupakan kesatuan dari Masyarakat Adat Dayak Tomun ini hidup selaras dengan alam, mengambil dari alam seperlunya agar alam tetap lestari sampai kegenerasi selanjutnya.
Namun apa yang menjadi prinsip hidup masyarakat Adat Laman Kinipan kini terusik dengan hadirnya investasi perbebunan kelapa sawit berskala besar hadir ditengah mereka.
Kehadiran investasi tersebut mengakibatkan rusaknya bentang alam yang telah lama dijaga dengan baik oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan.
Kini Masyarakat Adat Laman Kinipan terkena imbasnya berupa bencana banjir yang terjadi diantaranya pada 29 Agustus 2017 dan pada September 2017.
Sementara itu kejadian banjir terulang lagi pada 27 Juni 2020, 13 Juli 2020 dan 13 September 2020 (sumber data BPBD Lamandau), dengan kerusakan fasilitas pemerintah seperti jalan dan jembatan dan perumahan pemukiman warga.
Menurut catatan BRWA, Desa Kinipan ini diketahui memiliki 198 KK, dengan daerah adat seluas 16.175 HA. Hutan adat yang dijaga selama ini pun sudah terbabat sebagian oleh pihak perusahaan.
Sementara itu persoalan warga adat Laman Kinipan dituliskan wartawan media ini sejak awal 2017 terkait koflik lahan warga dengan pihak perusahaan.
Upaya mencari keadilan ini hingga turun aksi berkali kali, begitu juga mediasi warga dengan Pemkab Lamandau dan DPRD Lamandau belum memuaskan berbagai pihak terutama warga adat laman Kinipan.
Tidak kunjung selesai atas semua persoalan ini membuat warga adat Laman Kinipan secara resmi telah mendaftarkan gugatan berupa permohonan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya dengan Nomor Register 1/P/FP/2021/PTUN.PLK, Senin (4/1/2021), dimana yang menjadi tergugatnya adalah Bupati Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah.
“Gugatan yang yang diajukan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan kepada Bupati Lamandau merupakan sebuah upaya untuk meminta pertanggung jawaban Pemerintah Daerah atas nasib mereka sekarang ini,” demikian kata Ketua Badan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Nusantara Ferdi pada Selasa (5/1/2020) siang.
Sementara itu Direktur Save Our Borneo Safrudin, menyatakan bahwa gugatan yang dilayangkan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan di PTUN Palangka Raya merupakan bentuk dari kekecewaan masyarakat kepada Pemerintah Daerah yang hingga kini dinilai abai untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat khususnya Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Direktur Walhi Kalimantan Tengah Dimas N Hartono, menyampaikan bahwa berdasarkan catatan dari Walhi pada tahun 2019 hampir seluruh wilayah Masyarakat Adat Laman Kinipan terendam banjir.
Bencana ini merupakan bencana ekologis akibat hutan terus dibabat hingga menyebabkan hilangnya daya tampung lingkungan, padahal tahun-tahun sebelumnya saat investasi belum masuk kewilayah Kinipan bencana banjir tidak pernah terjadi.
Kuasa hukum Masyarakat Adat Laman Kinipan Parlin B Hutabarat menegaskan, gugatan ini tujuannya untuk mendapatkan kepastian hukum dari Pemerintah Daerah melewati putusan pengadilan, merupakan hak konstitusional masyarakat adat yang telah diakui oleh Negara ini sebagai subyek hukum.
“Dimana hal tersebut merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B Ayat (2) dan Permendagri No.52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” tegas Parlin.
Berkaitan dengan persoalan ini pihak LBH Palangka Raya Aryo Nugroho menambahkan bahwa gugatan masyarakat hukum adat Laman Kinipan ini merupakan tonggak perlawanan masyarakat adat kepada sistem oligarki yang tumbuh subur di Provinsi Kalimantan Tengah dengan jalur Pengadilan.
(Yohanes Eka Irawanto, SE)