suarakalimantan.com – Kalsel. PERKUMPULAN Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) mulai mencium adanya praktek politik uang (money politic) di Pilkada Kalimantan Selatan 2020 dengan dalih serah terima copy KTP warga.
“ini bukan asumsi, namun pihak intelijen kami sudah menemukan beberapa data yang mengarah ke politik uang tersebut. Sebelumnya pun kami sudah mengingatkan politik uang itu dipidana 6 tahun penjara dan denda 1 milyar rupiah. Kami sudah mengingat kan warga dengan menyebarkan 1000 lebih spanduk. Namun mereka tetap saja mengumpulkan copy KTP ke para pemilih. Artinya niat jahat mereka sudah muncul,” kata Abd. Rahman Suhu, SH, MH kepada sejumlah wartawan, Senin (7/12/2020).
Menurut Ketua Divisi Intelijen dan Investigasi DPN P3HI ini, pihaknya sudah menyebarkan 100 anggotanya di berbagai daerah rawan terjadinya politik uang tersebut, ujar Adur panggilan akrab Abd. Rahman Suhu ini.
Abd. Rahman Suhu mengatakan, berdasarkan investigasi yang dilaksanakan P3HI di berbagai tempat sudah ditemukan indikasi akan terjadinya politik uang ini.
“Kami menemukan adanya dugaan akan terjadinya tindak pidana money politik, yang paling banyak indikasi ini kami temukan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Banjar dan Tanah Bumbu,” kata Advokat Muda P3HI ini.
Senandung nada, Sekretaris Jenderal P3HI, Wijiono, SH, MH mengatakan, pihaknya meyakini malam Rabu H-1 (Selasa, 8/12/2020) bakal ada perbuatan politik uang terjadi di Pilkada 2020 ini.
“Ada yang dicurigai melakukan money politic, mengarah kepada paslon namun bukan paslon langsung yang membagikan uang tersebut, tetapi ditengarai dilakoni oleh tim paslon. Sebelumnya mereka sudah menarik copy KTP bahkan KK para pemilih, diduga kuat besok malam (red malam Rabu) bakal diserahkan uangnya dengan data-data yang sudah mereka himpun,” ucap Wijiono kepada wartawan, Senin siang (7/12/2020).
Modus dilakukan kelompok ini kata Wijiono, mereka meminta foto copy Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk kepada warga bahkan juga diduga kuat sudah bernegosiasi dengan para petugas pelaksana pemungutan suara. Setelah foto copy diterima, lalu dibagikan uang untuk warga yang tercatat sebagai pemilih.
“Perbuatan jahat mereka tertata dengan rapi dan penuh kehati-hatian dengan menghalalkan segala cara. Tentu saja setelah dibagikan uang, warga yang menerima uang itu menandatangani tanda terimanya, yang jumlah uangnya sama untuk per jiwa,” kata mas Wiji panggilan akrabnya dalam keseharian.
P3HI mengetahui persis dugaan praktek money politic yang terjadi di Pilkada Banjar dan beberapa daerah di Kalsel, karena pihaknya sudah investigasi dengan terjun langsung ke lapangan.
“Besok malam kami akan meningkatkan pemantauan terhadap proses pilkada di Kalsel ini, khususnya di wilayah Kabupaten Banjar. Titik perbuatan curang dan politik uang itu sudah terdata dan diduga kuat paslon 01 lah yang habis-habisan akan bermain ini, informasinya A-1, mas…!!!. Kami sudah koordinasi dengan pihak aparat dan Bawaslu Kalsel. Dalam pilkada serentak ini, di Kalsel merupakan temuan kami yang sangat begitu parah sekali terjadi kecurangan dan politik uang, indikasinya memang sentral,” suguhnya.
Menurut Wijiono, permainan money politik yang dilakukan mereka itu tidak hanya dengan bermain uang dengan warga, namun dilakukan juga permainan curang dengan pihak Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara.
Ketua Umum P3HI, Aspihani Ideris, SAP, SH, MH mengingatkan, perbuatan curang dan money politik itu sangat jelas sebuah perbuatan pelanggaran hukum.
“Mereka yang berbuat curang dan politik uang untuk meraup suara sebanyak-banyaknya itu adalah perbuatan yang dilaknat Allah dan Rasulnya serta dipidana maksimal 6 tahun penjara. Sanksi hukum di atas berlaku bagi pelaku keduanya, pemilih dan yang dipilih dalam pilkada tersebut. Semoga warga Kalsel yang agamis ini ingat akhirat dan menolak perbuatan curang dan money politik,” ucap Aspihani.
Didalam Hadits Nabi, kata Aspihani menyebutkan dengan tegas Allah melaknat perbuatan sogok menyogok dan juga dalam UU No.10 Tahun 2016 Pasal 187A ayat (1) Seseorang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam menentukan pilihan dalam pilkada tersebut dipidana maksimal enam tahun penjara dan denda paling banyak satu milyar rupiah, ungkap Aspihani.
“Peta politik Pilgub Kalsel dan Pilbup Kabupaten Banjar ini menurut data yang kami dapatkan, jika masyarakat pemilihnya tidak sadar maka mereka yang berbuat curanglah bakal sebagai pemenangnya. Dalam investigasi berikutnya wilayah kabupaten Banjar yang menjadi sorotan kami, dan malam terakhir nanti sayapun akan ikut turut memantau dengan rekan-rekan,” tukasnya.
Penulis : Barlis Iriawan
Idetorial : Muhammad Hatim