Perhutanan Sosial Diharapkan Membawa Perubahan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan

SUAKA – PALANGKA RAYA. Mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, program Perhutanan Sosial merupakan sebuah skema kolaboratif dalam pengelolaan kawasan hutan guna mengatasi ketimpangan ekonomi dengan semangat keberpihakan kepada masyarakat.

Dengan memaksimalkan aspek lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia dalam skema perhutanan sosial diharapkan pada akhirnya dapat menunjang kebutuhan masyarakat secara ekonomi namun tetap menjunjung asas kelestarian hutan.

Kegiatan Fasilitasi Reviu RPHD/RKU/RKT Dalam Rangka Pembangunan Pangan Agroforestry Perhutanan Sosial dilaksanakan pada 26-28 November 2020, Kota Palangka Raya, di hotel Neo Palangka Raya.

“Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat sekitar hutan kepada hasil hutan baik secara langsung dan tidak langsung menunjukkan bahwa dengan adanya program perhutanan sosial, terbukti masyarakat mendapat kesempatan secara legal formal untuk melaksanakan pengelolaan terhadap Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu (madu, rotan, damar, dll) dan jasa lingkungan guna pemenuhan kebutuhan kehidupan, namun tetap dengan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku,” demikian dikatakan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Suwanto yang dibacakan oleh Kabid Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat Ikhtisan.

Dalam sambutan itu juga disebitkan, Perhutanan Sosial sebagai salah satu program prioritas nasional telah memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat disamping mempertahan kelestarian hutan secara umum.

Salah satu model kegiatan pemanfaatan kawasan hutan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat penerima hak akses kelola Perhutanan Sosial adalah dalam bentuk sistem agroforestry.

“Agroforestry atau dikenal dengan istilah wana tani adalah suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu – kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian,” tuturnya membacakan sambutan Kadis.

Baca Juga:  Kapolda Kalsel Hadiri Pengukuhan Kepala BPKP Provinsi Kalsel

Berkaitan dengan model – model agroforestry bervariasi mulai dari agroforestry sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu – dua jenis komoditas pertanian, hingga agroforestry kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan juga dikombinasikan dengan usaha ternak dan/ atau perikanan.

Kegiatan usaha oleh kelompok masyarakat penerima hak akses kelola Perhutanan Sosial melalui kegiatan pangan agroforestry ini menjadi sangat tepat sebagai salah satu sasaran program pemulihan ekonomi dalam rangka penanganan Covid-19 di Indonesia.

Selain itu, konsep agroforestry dalam kerangka Perhutanan Sosial ini melibatkan banyak orang dan bermanfaat secara nyata bagi masyarakat dan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan, sehingga agroforestry ini diharapkan dapat mendukung program pemulihan ekonomi dan ketahanan pangan nasional.

Keberlanjutan pengelolaan agroforestry dalam kerangka Perhutanan Sosial ini memiliki kepastian hukum yang jelas dengan izin kelola Perhutanan Sosial yang diberikan selama 35 tahun.

merupakan salah satu wujud pehatian Pemerintah dalam mendukung kegiatan Perhutanan Sosial yang dilaksanakan di Indonesia, seperti yang telah diutarakan oleh ketua panitia pelaksana.

Seperti yang kita ketahui bahwa Pemerintah Indonesia memiliki concern terhadap pelaksanaan Nawa Cita ke-3 yaitu, Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan dalam hal ini ada 2 (dua) poin arahan Presiden Republik Indonesia yang disampaikan terkait Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Perhutanan Sosial, Point pertama, Lakukan Pendampingan Untuk Program -nProgram Lanjutan, sehingga masyarakat di sekitar hutan memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam aspek bisnis perhutanan sosial yang tidak hanya agroforestry, tetapi juga bisa masuk ke bisnis ekowisata, agrosilvopastural, bioenergi dan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Baca Juga:  Warga Kota Baru Kehilangan Kerja, Coba Sabu Ketangkap di Tapin

Point kedua, siapkan Sarana dan Prasarana Produksi Serta Pelatihan – Pelatihan, sehingga kelompok usaha perhutanan sosial ini bisa berkembang dengan baik dan bisa dijadikan contoh untuk benchmarking bagi kelompok – kelompok usaha perhutanan sosial yang lain.(Yohanes Eka Irawanto, SE)

Dibaca 33 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top