SUAKA – KOTABARU. Badan Eksekutif mahasiswa (BEM) Kotabaru dan perwakilan konfederasi Serikat Pekerja sawit lndonesia Kalimantan Selatan, berkunjung ke DPRD Kotabaru untuk bersilaturahmi dan menyampaikan aspirasi terkait pengesahaan UU Cipta kerja (Omnibuslaw).
Silaturahmi yang dilakukan oleh BEM Kotabaru dan Perwakilan Konfederasi Serikat pekerja Sawit Indonesia Kalsel, diterima langsung Ketua DPRD, Syairi Muklis, Wakil Ketua satu, Muhkni AF, Wakil Ketua dua,Muhammad Arif dan Sekertaris Komisi l DPRD Kotabaru, Robbiansyah, bertempat diruang Komisi l DPRD Kotabaru, Sabtu (10/9/2020).
Maksud kedatangan Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) dan Perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Sawit Kalsel, ujar Sekertaris Komisi l DPRD, Rabbiansyah, untuk bersama – sama meluruskan penyampaian terkait UU Cipta kerja (Omnibuslaw) yang ditolak masyakarat dan mahasiswa dan ramainya pemberitaan media sosial (Medsos) terkait UU Omnibuslaw sehingga membuat para perwakilan mahasiswa dan perwakilan Serikat pekerja Sawit Kalsel bersilaturahmi ke DPRD Kotabaru.
” Sebagai Legislatif tidak menginginkan masyarakat dan mahasiswa menyimak sepenggal – sepenggal isi terkait UU Omnibuslaw dan termasuk pasal – pasal tentang cuti hamil, haid dan mudahnya pekerja tenaga asing masuk lndonesia. Sesuai apa yang beredarnya dimendsos. Untuk itu, perlu diluruskan bersama-sama”, ucap Robby nama panggilan sekertaris Komisi l DPRD.
Jadi pihak DPRD menyikapi tentang isi UU Cipta kerja yang dianggap tidak sesuai. Menurutnya, ada tiga poin tidak sesuai dalam UU Cipta kerja.
Ketiga poin yang dianggap tidak sesuai pertama, upah tidak ada lagi yang berdasarkan upah UMK atau UMSK tapi upah itu akan berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Kedua, Pesangon dalam UU Cipta Kerja, kalau masa kerja diatas 21 tahun atau 24 tahun,nbahkan lebih tidak memakai skema 10 bulan upah tetapi memakai skema 21 tahun kerja.
Ketiga, skema status kerja, kalau UU lama Nomor 13 bagi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) karyawan kontrak hanya tiga tahun saja, bila sampai tiga tahun masih terpakai akan menjadi status Karyawan tetap.
Tapi jika isi UU Cipta Kerja yang masuk klaster Ketenagakerjaan PKWT tidak lagi dihitung berdasarkan dengan 1 tahun,2 tahun, 3 tahun artinya UU memberikan kelonggaran bahwasanya PKWT bisa dipakai lebih dari tiga tahun akan mendapatkan pesangon atau penghargaan bila PKWT berhenti diatas satu tahun.
Kalau di UU lama PKWT itu tidak mendapatkan pesangon kalau berhenti dibawa daripada tiga tahun. Kecuali kontrak satu tahun ternyata di bawa lima bulan di putus maka pihak perusahaan wajib membayar tujuh bulan bila PKWT kontraknya belum habis tapi diberhentikan. tegasnya.
Robby berharap, itulah ke tiga poin yang dianggap tidak sesuai dan perlu disampaikan kepemerintah pusat semoga kita mendapatkan pemahaman yang sama terkait isi UU Omnibuslaw.
“Semoga apa yang menjadi perdebatan kita dapat mencapai kemufakatan sehingga tidak terbentur lagi dengan hukum,sesuai penolakan masyarakat dan mahasiswa terkait UU Omnibuslaw. Khususnya Kabupaten Kotabaru”, tandas Robby. (wan/dam).