GMNI Batal Lakukan Aksi Diam Di – Depan Gedung DPRD Kalteng

SUAKA – PALANGKA RAYA. Sejak disahkan dalam Sidang Paripurna ‘dadakan’ yang digelar DPR pada Senin (5/10), Undang – undang Omnibus Law Cipta Kerja terus mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari Mahasiswa, buruh atau pekerja, pakar, hingga organisasi keagamaan.
Undang – undang impian Presiden Joko Widodo yang diklaim bisa menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja tersebut justru dinilai masyarakat sipil tak pro rakyat hingga merusak lingkungan hidup.

Gelombang aksi Mahasiswa ini menjadikan satu bukti jika masih adanya penolakan terhadap UU Cipta Kerja, di Kota Palangka Raya aksi tolak UU Cipta Kerja juga dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Palangka Raya pada Selasa (6/10/2020) sekitar pukul 14.00 wib dengan gelaran aksi diam dan damai di depan Gedung DPRD Kalteng.

Namun rencana aksi diam di gedung DPRD Kalteng batal dilaksanakan dengan alasan tidak adanya rekomendasi surat dari tim gugus Covid – 19 Kota Palangka Raya.

Sebelum aksi dilaksanakan aparat kepolisian dari Polresta Palangka Raya justru mengurung para kader GMNI Palangka Raya dengan alasan belum mendapatkan surat rekomendasi dari tim gugus tugas Covid -19 Kota Palangka Raya.

Berkali – kali niatan kader GMNI yang berjumlah 50 orang peserta aksi gagal keluar dari Halaman Kantor DPD KNPI Provinsi Kalimantan Tengah karena terus di jaga ketat oleh pihak aparat kepolisian setempat.

Bahkan penjelasan tim gugus tugas Covid – 19 Kota Palangka Raya membuat kader GMNI Palangka Raya merandang dalam hati, bahkan rasa kecewa terlihat jelas diraut muka para peserta aksi diam menolak UU Cipta Kerja yang baru di sahkan.

Bahkan hasil negosiasi juru bicara aksi, koordinator lapangan dan Ketua GMNI Palangka Raya bersama tim gugus tugas Covid – 19 tetap tidak membuahkan hasil alias surat rekomendasi tidak keluar hingga senja hari.

Baca Juga:  Arnold Thenu Bantah Kabar Dirinya Tak Mau Divaksin Covid-19

Juru Bicara (Jubir) GMNI Palangka Raya Maulana saat dibincangi oleh Liputan SBM mengatakan, kami dari GMNI Palangka Raya sudah menggalang masa untuk melakukan aksi kali ini dan kami tidak mendapatkan surat rekomendasi dari gugus tugas Covid -19 untuk melakukan aksi pada hari ini.

“Kami juga sudah melakukan audiensi ke sana namun hasilnya nihil tidak ada surat rekomendasi yang bisa mereka terbitkan dan mereka pun mengusulkan untuk diundur, mereka juga meminta kami untuk menyurati lagi, berkaitan dengan disetujui atau tidak nanti mereka akan putuskan lagi,” ucap Maulana di halaman belakang Kantor DPD KNPI Provinsi Kalteng pada Selasa (06/10/2020) sore.

Lebih jauh disampaikan Maulana, Kami menolak omnibus law tersebut kami juga mempertanyakan kinerja dari DPR RI dan seperti yang kita ketahui bahwa omnibus law ini sudah di tolak bukan cuma hari ini saja, bukan cuma kemarin, melainkan berbulan – bulan lalu, kita melihat DPR RI seperti tutup mata dan telinga terhadap penolakan di mana mana, tentunya kami sangat kecewa dengan hal tersebut.

“Kami juga sudah mengkonsep kegiatan ini bukan seperti aksi masa yang diluar Kalimantan misalkan di Jawa yang sampai kerusuhan, kami juga sudah menggunakan konsep yang akan kami lakukan yaitu aksi diam, makanya kami mengunakan atribut kertas dan rencananya kami akan melakukan aksi itu dengan cara berdiri di depan gedung DPRD Kalteng dengan memegang kertas bertuliskan tersebut. di sisi lain kami juga tetap mematuhi protokol Covid -19 dan kami pun sudah berkomitmen dengan seluruh anggota GMNI semua,” ungkap Maulana dengan raut penuh kecewa.

Sementara itu Ketua GMNI Palangka Raya Ramadhany Aidul Fitra mengatakan munculnya kekecewaan kami dari GMNI Palangka Raya kepada Instrumen Pemerintahan Kota Palangka Raya yang berusaha membatasi kebebasan berekspresi kami sebagai Masyarakat yang resah karna hari ini Negara tidak berpihak kepada kami masyarakat kecil.

Baca Juga:  Mahasiswa FISIP Uniska Sosialisasikan Dampak Bullying ke Pelajar SD Purwosari 1-2 Barito Kuala

“Kami batal aksi damai karena terbatasi oleh Alur Administrasi dan regulasi yang sangat lamban sehingga keadaan mendesak seperti ini kita tdk bisa berbuat. Kami merasa terdiskriminasi, karena acara besar politisi diizinkan, akan tetapi kami yang hanya dengan massa 50 orang sangat susah mendapat izin,” pungkas Ramadhany Aidul Fitra. (Yohanes Eka Irawanto, SE).

Dibaca 54 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top