suarakalimantan.com – Banjarmasin. Penggantian Antar Waktu (PAW) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang bakal dilaksanakan mendapat kritikan pedas dari tokoh aktivis Kalimantan. Pasalnya bakal terjadinya PAW tersebut diduga oknum Anggota Legislatif Kalsel tersebut telah melanggar Undang-undang Nomor 35 tahun 2009.
Berbicara PAW terhadap Anggota DPRD Kalsel tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat (LEKEM) Kalimantan, Aspihani Ideris, Jum’at (11/9/2020) saat ditemui oleh awak media ini di Kantor Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) di Jalan Brigjen Hasan Basri No. 2 RT. 23 Kayu Tangi Kelurahan Pengeran Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjamasin Provinsi Kalimantan Selatan.
“Tata cara PAW itu sudah jelas diatur pada Pasal 213 UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dan perlu di ketahui, PAW tersebut berfungsi sebagai salah satu control dari partai politik yang memiliki wakilnya di parlemen,” kata Aspihani.
Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini mengatakan, seseorang anggota legislatif dapat diganti antar waktu sebagai dijelaskan dalam Pasal 5, ayat (1, 2 dan 3) UU No. 6 tahun 2017 tentang PAW Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten.
“Hemat saya akan terjadinya PAW Anggota DPRD Kalsel dari PAN tersebut, bukan dikarenakan mengundurkan diri sebagaimana issue yang berkembang saat ini di kalangan elit politik rumah Banjar tersebut. Melainkan yang bersangkutan memang di ancam harus mengundurkan diri. Ya, ya…. Gitulah !!! Seeettt biarlah itu wewenang internal partai mereka,” ujar Aspihani sambil mengacungkan jari ke permukaan mulutnya pertanda meminta diam saja.
Aspihani pun menyayangkan, seorang wakil rakyat yang diduga kuat melakukan tindak pidana sebagaimana di jelaskan pada UU No. 35 Tahun 2009 tidak diproses sebagaimana hukum yang berlaku.
“Saya tau beliau tidak mengundurkan diri, melainkan diduga kuat telah melakukan kesalahan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 35 tahun 2009, sehingga beliau terpaksa harus mengundurkan diri. Sungguh sangat memalukan mereka melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh wakil rakyat, apalagi mereka menggunakannya di tempat kerja, ya rumah rakyatlah. Sepertinya hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas. Biarlah nanti suatu saat bisa saja terbongkar,” tukasnya.
Hasil informasi dari rumah Banjar tersebut, diduga dua orang oknum anggota DPRD Kalsel tersebut telah terindikasi memakai barang haram tersebut di salah satu ruang Komisi, dan selesai menggunakannya, salah seorang langsung turun keluar dan di bawah gedung kantor DPRD Kalsel langsung digiring oleh anggota Ditnarkoba Polda Kalsel dan dibawa masuk kedalam salah satu mobil petugas. Sedangkan salah satu oknum anggota legislatif lainnya selamat dari sergapan anggota Ditnarkoba Polda Kalsel, dikarenakan yang bersangkutan tidak langsung turun, melainkan beralih ke salah satu ruangan di DPRD Kalsel tersebut.
Untuk mempertegas kejadian yang dapat mencoreng nama baik institusi lembaga negara tersebut, awak media ini mencoba untuk mengkonfirmasi ke salah satu Anggota DPRD Kalsel Habib Ahmadi Al-Atas dari PAN untuk diminta tanggapannya oleh awak media ini, namun tidak bisa ketemu dan beliau “no comment” tidak memberikan sepatah katapun juga, begitu juga dengan salah satu anggota DPRD Kalsel dari Partai Gerindra disaat diminta tanggapannya, juga tidak bisa bertemu dan malah yang bersangkutan berlalu dari kejaran sejumlah awak media. (Bhany)