Sejarah Alawiyyin Marga / Fam Azmatkhan

Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional (bahasa Arab: عظمات خان; Transliterasi:

Aẓamat Khan) al-Husaini, juga dieja Azmat Khan, al-Azhamatkhan atau al-Azhamat Chan (bahasa Urdu: عظمت خان) adalah salah satu marga komunitas Hadramaut yang banyak tersebar di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu

Azmat yang berarti mulia atau terhormat

Dan Khan yang memiliki arti komandan pemimpin, atau penguasa.

Selama ini lazim diketahui oleh sebagian besar masyarakat kalau gelar keturunan nabi atau dzuriah nabi adalah dengan sebutan habib. Tapi ternyata ada lagi marga yang jarang diketahui khalayak banyak, yaitu dengan marga atau Fam Azmatkhan.

Kalau mendengar sebutan Syech pasti orang sudah tahu kalau itu adalah gelar untuk ulama besar yang sangat dihormati. Namun perlu dicatat bahwa habib itu bukan marga, tapi gelar kehormatan para Alawiyyin garis keturunan Nabi Muhammad SAW.  Para habib belum tentu azmatkhan, tapi para azmatkhan pasti habib. Karena arti habib sendiri adalah yang dicintai atau dikasihi, sebagaimana nabi Muhammad diberi gelar kekasih Allah.

Marga atau Fam Azmatkhan merupakan keturunan dari Al-Habib As-Sayyid Abdul Malik Al-Azhamatkhan bin As-Sayyid Alawi ‘Amm Al-Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Al-Mirbath, beliau merupakan keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Mereka merupakan keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alawi Ammul Faqih, keturunan Husain bin Ali. Sayyid Abdul Malik berimigrasi dari Hadhramaut ke India pada abad ke-14 Masehi, lebih awal dari para imigran lain dari Hadhramaut.

Sayyid Abdul Malik kemudian menikahi putri bangsawan Nasirabad dan mendapatkan gelar “Azmat Khan”. Gelar “Khan” diberikan oleh bangsawan Nasirabad agar ia dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Selain itu, mereka menyematkan gelar “Azmat” yang berarti “mulia” karena Abdul Malik berasal dari garis keturunan sayyid. Keturunannya tetap mempertahankan nama ini sebagai patronimik sampai hari ini.

Riwayat Sayyid Abdul Malik lahir di kota Qasam, Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena dia hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad al-Muhajir yang hijrah dari Irak ke Hadhramaut untuk berdakwah.

Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini, guru besar dari Tarim, Yaman, keluarga Azmatkhan (yang merupakan leluhur Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal Hadramaut dari gelombang pertama yang masuk di nusantara dalam rangka penyebaran Islam.

Asimilasi karena sejarah panjang perkawinan silang yang ekstensif, terutama dengan bangsawan lokal, kebanyakan dari keturunan Azmatkhan secara fisik dan budaya tidak dapat dibedakan dari penduduk setempat. Di Indonesia, tidak jarang anggota keluarga Azmatkhan memiliki gelar kerajaan turun temurun seperti Raden, Tubagus, Masagus, Masayu, Kemas, atau Nyimas.

Mereka mempertahankan identitas Indonesia dan keturunan Azmatkhan pada saat bersamaan, bahkan beberapa dari mereka tidak dapat melacak nenek moyang mereka lagi. Dalam sejarah Asia Tenggara, keluarga Azmatkhan tercatat telah mendirikan beberapa kerajaan di Indonesia, serta menjadi raja di beberapa kerajaan di Asia Tenggara.

Di antara kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh keluarga besar Azmatkhan adalah :

Kesultanan Banten, Kesultanan Palembang, Kesultanan Pajang, dan Kerajaan Sumedang Larang.

Sedangkan di Kerajaan Champa, Kerajaan Pattani, Kesultanan Kelantan, Kesultanan Cirebon, dan Kesultanan Demak, para keturunan Azmatkhan berhasil menduduki kursi pemerintahan sebagai raja atau sultan.

Untuk mencatat dan mempertahankan silsilah keluarga Azmatkhan, para habaib Azmatkhan sedunia mendirikan Lembaga Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional, sebuah organisasi nasab internasional yang bertujuan untuk mencatat silsilah setiap keturunan Muhammad datuk dari seluruh sayyid.

Berikut Nasab dan Wasilah Azmatkhan, antara lain:

Nama Azmatkhan sendiri memang sangat terasa aneh bagi lidah atau sejarah  bangsa ini.

Namun kalau kita menyebut nama Walisongo dan beberapa Kesultanan Islam Nusantara seperti Kesultanan Demak, Banten, Cirebon, Palembang, tentu kita akan mengenal, padahal antara nama Azmatkhan dan Walisongo serta Kesultanan-kesultanan yang kami sebut diatas ini sangat berhubungan erat, karena ternyata Azmatkhan adalah leluhur dari Walisongo dan juga beberapa Kesultanan tersebut.

Lagipula sebenarnya kalau  kita mau rajin mencari tentang tulisan sejarah Azmatkhan, nama-nama tersebut sudah pernah muncul pada beberapa tulisan yang dibuat oleh beberapa Sejarawan Islam Nusantara dan juga beberapa Ahli Nasab yang konsen akan perkembangan Nasab di Nusantara ini, hanya saja mungkin tidak banyak orang yang menyadari atau mengetahui akan hal ini, kebanyakan lebih banyak “menikmati” sejarah Walisongo. Tulisan-tulisan itu bahkan sudah lebih dulu ada sebelum polemik tentang Azmatkhan muncul  dalam beberapa tahun ini.

Kami sengaja mengenalkan terlebih dahulu tokoh tersebut, agar kedepannya ketika kita mendengar nama Azmatkhan, bayangan orang langsung melekat pada nama tokoh tersebut, lagipula bila kami cermati, diantara sekian orang yang telah “berani” memakai nama Azmatkhan, ketika ditanya siapa tokoh yang pertama memakai nama tersebut, ternyata ada juga sebagian dari mereka yang tidak bisa menjelaskan secara gamblang apa itu Azmatkhan.

Padahal kalau orang sudah “berani” memakai suatu FAM, sudah seharusnya ia mengetahui sejarah atau asal usul tokoh yang pertama yang memakai Fam tersebut. Alangkah janggalnya bila kita mendapati ada orang memakai nama sebuah FAM tapi dia tidak mengetahui arti secara mendalam dari FAM tersebut.

Seperti tradisi pada bangsa Arab dan juga dibeberapa negara lainnya termasuk Indonesia, setiap pemberian KUNIYAH ataupun LAQOB selalu saja ada latar belakangnya. Kunyah sendiri adalah salah satu Karakteristik untuk memanggil seseorang melalui ayahnya, ibunya, atau anaknya seperti menggunakan nama-nama ayah atau leluhur terkait dengan nama seseorang.

Sebagai contoh : Abu Qosim (Nabi Muhammad SAW), Abu Sufyan, Abu Hasan (Sayyidina Ali), Abu Abdullah (Sayyid Jakfar Shodiq).

Sedangkan untuk Laqob sering berkaitan dengan sebuah keistimewaan yang terdapat pada orang tersebut baik itu yang berhubungan dengan, Karakter, Jabatan, Keilmuan, adat istiadat,  keahlian dan lain sebagainya. Sebagai contoh yang gamblang.

Rasulullah SAW mempunyai LAQOB yang sangat terkenal yaitu AL AMIN (orang yang Terpuji),

Khalifah Abu Bakar mempunyai gelar ASH-SHIDDIQ (Yang Jujur dan Yang Membenarkan),

Sayyidina Umar Al Faruq ( Sang Pembeda, karena bisa membedakan mana yang benar mana yang batil),

Sayyidina Usman  bin Affan/Zun Nurain (Pemilik dua Cahaya, karena telah menikahi dua putri Rasulullah SAW),

Baca Juga:  Peduli Kemanusiaan, Indocement Peduli Bantu Korban Yang Terdampak Banjir Tahap Ke 3 Di Kabupaten Tanah Laut



Sayyidina Ali/Abu Hasan.

Dalam tradisi bangsa Arab memanggil seseorang dengan panggilan yang bernisbat pada anak pertama (Kuniyah) adalah sebuah kehormatan yang sangat tinggi dan mulia. Beberapa keturunan Rasulullah SAW juga mempunyai (Laqob) yang tidak kalah indahnya, seperti Sayyidina Husein Ra dijuluki Abu Syuhada (Bapaknya Para Syuhada)

Sayyidina  Ali Al Ausat dijuluki dengan Imam Ali  Assajjad/ Zaenal Abidin,  karena seringnya beliau bersujud dan juga tekun dalam beribadah.

Dalam catatan Tun Suzanna dan Haji Muzaffar Dato Hj. Muhammad (2006:115) Sayyid Husein Jamaluddin Akbar Jumadhil Kubro adalah salah seorang pelopor atau Grand Syaikh yang banyak menurunkan banyak mubaligh, wali-wali terkemuka dan juga para pendiri Kesultanan-kesultanan Ahlul Bait di Nusantara, diantaranya Walisongo, Kelantan, Champa, Patani dan kerajaan-kerajaan di Jawa. Sepanjang misi dakwahnya Sayyid Husein Jamaluddin  telah berhasil memainkan penting dalam penyebaran agama Islam di beberapa bagian wilayah Nusantara, khususnya di Indonesia dan Tanah Melayu.

Dalam catatan Sayyid Bahruddin bin Sayyid Abdurrozaq Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan (2014) Sayyid Husein Jamaluddin telah melakukan pernikahan dan beliau tercatat mempunyai 9 istri.

Menurut Muhammad Syamsu (1999) dari mulai Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus,  Sunan Bonang,  Sunan Derajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria dan juga berdasarkan catatan Sayyid Bahruddin (2014) beberapa Kesultanan seperti Kesultanan Demak, Cirebon, Banten, Palembang, Sukapura dan sebagian lainnya adalah keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

Berikut contoh buku Nasab yang dikeluarkan oleh Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional :

Demikianlah tentang sejarah asal usul Azmatkhan ini, dengan kita mengetahui sejarah dan latar belakang munculnya nama Azmatkhan ini, kita tentu akan bisa lebih bijak dalam menyikapi terhadap orang-orang yang memakai nama tersebut.  Siapapun mereka yang sudah berani memakai nama Azmatkhan dibelakang nama dirinya, yang paling penting harus diperhatikan adalah Akhlak dan Tawwadhu.

Semoga Bermanfaat, Aaamiiin Allahumma Aaamiiin…

Baca Juga:  Kalsel Rawan Kebakaran, Diduga Dampak Pembukaan Lahan Tambang dan Perkebunan Sawit
Dibaca 3,720 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top