Tiga Hal Yang Perlu Jurnalis Ketahui

SUAKA – PALANGKA RAYA. Sejak tiga tahun yang lalu saya memulai perjalanan menjadi jurnalis di salah satu media online. Meski saat itu saya direkrut sebuah perusahaan media rintisan dengan judul sebagai penulis konten saya merasa saat itulah karir saya menjadi jurnalis.

Menjalani karir tanpa ada latar belakang jurnalis tentu saja membuat saya harus belajar banyak hal. Dan pelajaran – pelajaran itu saya pelajari secara mandiri.

Mulai dari bagaimana menulis dengan baik dan benar, mencari narasumber hingga bagaimana membuat produk jurnalisme yang berkualitas.

Di tulisan kali ini saya sedikit ingin bercerita tentang catatan – catatan pribadi saya tentang sebuah jurnalis. Saya tentu tidak berharap banyak karena memang saya bisa dibilang bukan orang yang begitu ahli dibidang ini, namun hanya sekedar turis yang kebetulan berkecimpung dibidang yang menurut saya penuh kewibawaan ini.

Saking tingginya, saya sampai – sampai merasa tidak layak untuk boleh menyandang sebutan sebagai wartawan atau jurnalis.

Berikut beberapa catatan saya tentang jurnalis.

  1. Jurnalis sebagai sebuah paham

Sebagian besar orang menganggap jurnalis adalah sebatas tentang profesi berdasarkan kaidah – kaidah jurnalistik. Namun bagi saya pribadi, jurnalis adalah tentang sebuah paham yang harus diresapi dan diyakini.

Memang, secara bahasa jurnal adalah tentang catatan, tentang cerita, ataupun tentang kabar. Namun itu semua memiliki benang merah yang membuatnya menjadi sesuatu yang berharga, yakni prinsip dan nilai – nilai.

Prinsip dan nilai – nilai apa yang dimaksud ?

Menurut saya, prinsip dan nilai itu adalah tentang kejujuran, kebenaran dan juga kepedulian. Sebuah jurnal tidak akan memiliki makna jika ditulis dengan kebohongan, fitnah ataupun kepalsuan itu sebabnya jurnalistik adalah tentang mengungkap kebenaran. Namun kebenaran itu sendiri tidak bisa berangkat dari nilai kepedulian.

Peduli terhadap kebaikan yang dipercaya bisa hidup di masyarakat melalui publisitas kebenaran – kebenaran. Seorang jurnalis harus peduli terhadap masalah di lingkungannya sehingga ia mau untuk mengubah situasi melalui tulisan – tulisannya.

Baca Juga:  Rapat Koordinasi, Komite I DPD RI Janji Perjuangkan Gambut Raya Jadi Kabupaten

Prinsip dan nilai inilah yang kemudian bagi saya pribadi merupakan amanah besar yang selalu harus dipegang oleh seorang jurnalis. Sebagai sebuah paham yang harus tercermin dalam seorang jurnalis. Sehingga tentu saja, bagi saya yang baru saja berkecimpung dalam dunia ini adalah sesuatu yang begitu besar dan berat.

Di tahun pertama saya bekerja kala itu, saya tidak sekalipun berani untuk memperkenalkan diri sebagai seorang wartawan atau jurnalis. Ketika bertemu narasumber saya hanya memperkenalkan diri sebagai penulis.

Meski begitu, saya yang kala itu tidak paham kode etik atau apapun itu berusaha untuk memahaminya dengan perlahan. Membaca referensi, membaca kritik tentang dunia jurnalis. Hingga akhirnya berusaha menyimpulkan sendiri bahwa dunia jurnalistik adalah tentang jurnalis yang harus diyakini dan dipegang teguh.

  1. Jurnalis harus mampu belajar secara mandiri.

Belajar, bagi jurnalis adalah upaya untuk peduli, Dengan beban yang besar sebagai jurnalis tentu saja tuntutan untuk mampu melakukan pekerjaan dengan baik adalah hal yang mutlak. Tentu ini juga merupakan tantangan lain karena saya memang tidak memiliki latar belakang ilmu jurnalistik. Sehingga untuk bisa menjawab prinsip kejujuran, kebenaran dan kepedulian saya harus bisa belajar apapun.

Belajar tidak hanya dalam hal keprofesian sebagai jurnalis tetapi juga belajar tentang bagaimana memahami konteks masyarakat dan lebih jauh tentang kehidupan. Menurut saya, belajar bagi jurnalis adalah bagian dari upaya untuk peduli. Dengan peduli saya dituntut untuk selalu memperhatikan, terus membaca, terus mencari informasi terus berinteraksi dan tentu saja terus meramu dan menelurkan karya.

Semuanya adalah sebuah proses kepedulian agar setidaknya manfaat ilmu yang saya dapatkan tidak hanya berhenti atau bisa saya nikmati sendiri tetapi juga bisa dinikmati oleh orang lain lewat tulisan – tulisan dan karya jurnalistik saya lainnya.

Tenang belajar ini pulalah yang kemudian membuat saya begitu salut dengan para jurnalis. Jurnalis adalah orang yang meskipun bukan seorang akademisi maupun praktisi, namun harus memahami bagaimana suatu hal.

Baca Juga:  Ruas Jalan Penghubung Dua Kabupaten di Kalsel Rusak Parah

Memang kualitasnya mungkin tidak sedalam akademisi ataupun praktisi namun jelas jurnalis harus tahu banyak hal. Sehingga saya memandang, jurnalis adalah orang – orang yang cerdas dan pintar.

Itu terbukti dari hasil karya para jurnalis – jurnalis hebat yang sampai saat ini terus aktif menulis dengan gayanya masing – masing. Tulisan mereka selalu menunjukkan kedalaman ilmu sekaligus kepekaan konteks dan keterampilan dalam mengolah kata – kata agar menjadi mudah dicerna dan dipahami.

  1. Menulis

Tanpa tulisan, jurnalis akan membisu tanpa mampu mengomunikasikan dirinya untuk sebuah pesan yang disampaikan.

Bagian yang satu ini memang saya agak bimbang untuk ditempatkan di bagian akhir. Karena jurnalisme tentu saja adalah tentang jurnal atau catatan. Namun melihat dua hal sebelumnya, saya rasa aspek yang satu ini bisa “mengalah”.

Menulis bagi saya adalah kemampuan manusia yang aneh. Dia hanya bisa dilakukan oleh manusia berakal yang mampu mengolah informasi yang dia terima. Dari informasi tersebut seorang penulis akan menuangkan hasil pikirannya dalam sebuah tulisan di media apapun.

Jurnal merupakan salah satu bentuk dari tulisan. Tulisan yang berisi tentang catatan – catatan maupun gagasan pribadi. Bentuknya bermacam – macam namun saya yakin semua bentuknya adalah sebuah upaya untuk berkomunikasi, baik berkomunikasi pada diri sendiri ataupun dunia luar diri.

Tanpa tulisan sebuah peradaban tidak akan berkembang. Tanpa tulisan tidak ada konsep – konsep terjadi untuk kemudian dikembangkan menjadi sebuah kenyataan baru. Tulisan yang menjadi sebuah pondasi pertama dari sebuah ide. Sejarah pun menjelaskan bahwa peradaban manusia modern dibangun melalui gores – gores tulisan.

Hal ini yang kemudian membuka kesadaran saya bahwa tulisan akan selalu menjadi hal yang berharga. Menjadi sesuatu yang bernilai, bahkan untuk diri sendiri jika memang tulisan tidak diperuntukkan untuk orang lain.

Baca Juga:  Polisi Pelaku Pungli Terancam Di Berhentikan Tidak Hormat

Pada akhirnya, jurnalis adalah tentang tulisan. Tanpa tulisan, jurnalisme akan membisu tanpa mampu mengomunikasikan dirinya untuk sebuah pesan yang disampaikan. Tentu akan celaka jika, keburukan memiliki mulut dan corong untuk disampaikan pada khalayak, namun nilai – nilai kebaikan dalam jurnalis justru membisu dan lumpuh.

Inilah kemudian yang mendasari saya untuk kembali menulis setelah beberapa minggu mencari makna dan berusaha mengatur kembali kebiasaan.

Jika saya ditanya apakah ingin kembali berkecimpung di dunia jurnalisme ? Saya rasa saya akan menolaknya. Dunia jurnalistik adalah sesuatu yang menurut saya sakral. Memiliki amanah yang begitu berat, sehingga saya harus mempertimbangkan benar-benar jika ingin berkarir secara serius di dalamnya.

Kemungkinan yang realistis bagi saya adalah, saya menjalani sisa hidup dengan nilai – nilai luhur jurnalis. Kejujuran, kebenaran dan juga kepedulian akan menjadi nafas bagi saya di bidang apapun yang saya geluti. Termasuk dalam hal menulis tentang bidang yang saya akan jalani.

Dengan begitu, secara tidak langsung saya berharap untuk bisa terus mengingat dan juga menghayati nilai – nilai kebaikan dan kemudian tentu saja akan saya sebarkan melalui tulisan – tulisan.

Tiga hal tadi mungkin hanyalah sebuah perenungan dangkal dari seorang amatir. Namun saya yakin, catatan ini akan berarti banyak setidaknya bagi saya. Pun jika pemikiran saya yang dangkal ini cukup ngawur, mohon saran dan kritiknya.

Karena tentu saja, meskipun sebuah tulisan telah mengering, tulisan – tulisan baru akan bisa menggantikan tulisan yang lama dengan konsep dan gagasan – gagasan yang baru. Sebagai wujud regenerasi kebaikan – kebaikan.

Kesimpulan saya menjadi jurnalis adalah tentang tulisan, tanpa tulisan jurnalis akan membisu tanpa mampu mengkomunikasikan lagi karya tulisannya. (Yohanes Eka Irawanto, SE).

Dibaca 15 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top