“Seringkali Terjadi Sengketa Organisasi Advokat, Tim Advokasi Amicus: Pemerintah dan DPR RI harus segera revisi UU Advokat”
SuaraKalimantan.Com – Jakarta. Sengketa Organisasi Advokat yang terjadi belakangan ini menarik perhatian publik dan dunia Advokat.
Diketahui, sejak terbit sampai dengan saat ini UU Advokat sudah sering di uji materiil ke Mahkamah Konstitusi sehingga menyebabkan beberapa ketentuan dalam UU Advokat menjadi tidak mengikat. Bahkan juga terjadinya sekelompok advokat senior menggugat salah satu organisasi advokat.
Hal ini juga menarik perhatian Tim Advokasi Amicus. Perwakilan Tim, Fista Sambuari, S.H., mengatakan bahwa, ” Sengketa Organisasi Advokat sebenarnya tidak terlepas dari UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
“Di Kalsel puluhan advokat senior menggugat organisasi advokat Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia yang disingkat P3HI, namun akhir persidangan sekitar 8 bulan lamanya gugatan advokat senior tersebut di menangkan oleh P3HI,” ujar Fista Sambuari.
Gugatan puluhan advokat senior di Kalsel tersebut terhadap P3HI mereka mengatasnamakan empat organisasi advokat besar, yakni IPHI, HAPI, IKADIN dan AAI, nah ini merupakan polimik antar para advokat, dari itu perlunya UU Advokat No. 18 tahun 2003 segera direvisi.
Salah satunya yang pernah menarik perhatian publik adalah Pasal 31 mengenai Bertindak seolah-olah sebagai Advokat yang telah dinyatakan tidak berlaku melalui Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004.”
Kemudian, mengenai forum perselisihan yang belum diatur tegas dalam UU Advokat.
“Mengenai penyelesaian sengketa Organisasi Advokat nampaknya memang memerlukan forum menyerupai Mahkamah Advokat sebagai forum yang dapat menyelesaikan perselisihan. Hal ini perlu dipertimbangkan untuk masuk dalam revisi UU Advokat sehingga permasalahan internal seperti munculnya organisasi advokat tandingan dapat diselesaikan dalam forum tersebut demi menjaga Advokat sebagai Profesi Terhormat (Officium Nobile)”tandas Fista.
Terakhir yang menarik mengenai Frasa Organisasi Advokat dalam Putusan MK Nomor 035/PUU-XVI/2018 yang menyatakan bahwa Organisasi Advokat yang berwenang adalah yang memiliki delapan kewenangan organisasi.
Karena Adanya puluhan Organisasi-Organisasi advokat di Indonesia, hal seperti itu banyak merugikan masyarakat yang menggunakan Jasa Advokat, contoh :
- Advokat yang melanggar kode etik, masyarakat bingung harus melaporkan keorganisasi yang mana;
- Apabila Advokat di cabut izin “lisensi” nya atau di berhentikan sebagai Advokat dan keluarkan dari organisasi yang asalnya, namun akan dengan mudah pindah keorganisasi lainnya yang dapat mengangkat Anggota “sebagai Advokat walaupun yang bersangkutan wajib mengikuti Sumpah Advokat kembali di Pengadilan Tinggi”
Sehingga hal ini perlu dipertegas serta penyesuaian agar tercipta harmonisasi dalam revisi UU Advokat apakah tetap Single atau Multi Bar agar jelas terhadap profesi advokat yang dibawah organisasi advokat mempunyai payung hukum yang jelas dan tidak membingungkan dikarenakan telah banyak munculnya Organisasi Advokat lainnya selain PERADI.” Ujar perempuan berparas cantik dan ayu ini.
“Pemerintah pun lewat Kemenkumham harus tegas jangan menerima sekelompok advokat yang ingin mendirikan organisasi advokat, hal ini guna membatasi lahirnya organisasi advokat berikutnya. Kami berharap di tahun 2020 ini tidak ada lagi lahir organisasi advokat baru, karena di Indonesia sudah lahir sedikitnya 25 organisasi advokat tersebut,” harap Fista Sambuari, S.H.
Oleh karena nya Fista Sambuari, S.H. bersama rekan-rekan Tim Advokasi Amicus: Indra Rusmi. SH. MH, Johan Imanuel. SH, Wendra Puji, SH. MH, Amelia Suhaili, SH, Asep Dedi, SH., Muhamad Yusran Lessy, SH., Ricka Kartika Barus, SH., MH., Jarot Maryono, SH. Fernando. SH., Novli Harahap. SH, Bunga Siagian, SH., MSc., Ika Batubara, SH., Erwin Purnama, SH., MH., Yogi Pajar Suprayogi, SH. meminta adanya objektivitas dari semua pihak yang terkait dalam revisi UU Advokat baik Pemerintah, DPR RI dan Organisasi Advokat demi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum untuk mengakomodir klausul – klausul dalam UU Advokat yang telah dibatalkan oleh Putusan MK maupun saran konstruktif lainnya dari Para Advokat dalam revisi UU Advokat. (Red)