SuaraKalimantan.Com, Banjarmasin. PEMERINTAH Republik Indinesia berencana akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 seperti digariskan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dengan rincian peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000 menuai kritikan keras dari Tokoh Aktivis dan Pengacara Kalimantan Selatan (Kalsel).
Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN), H. Aspihani Ideris, SAP, SH, MH mengatakan, bahwa pemberlakuan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ditengah pandemi COVID-19, sangatlah disayangkan dan terkesan dipaksakan serta tidak manusiawi.
“Apapun alasan Pemerintah, kalau tetap memaksakan kenaikan iuran BPJS, saat ini momennya sangat tidak tepat, dan terkesan dipaksakan serta tidak manusiawi ” tutur Aspihani saat dihubungi melalui call Whatsapp di Nomor 081221168xx, Senin (29/06/2020).
Pengacara Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini menegaskan, bahwa di satu sisi ada masyarakat yang memikirkan situasi Pandemi, hingga mengurung diri di rumah tanpa ada kejelasan untuk bertahan hidup. Bahkan sumber pendapatan untuk memenuhi urusan perut sangat terkendala, dikarenakan pekerjaan terputus akibat dampak Covid-19 ini.
“Kondisi sekarang beda dengan kondisi sebelum pandemi COVID-19, selain kesulitan mendapatkan uang untuk menenuhi kebutuhan, kalau ada yang sakitpun, mereka takut berobat ke pelayanan kesehatan, apalagi ke rumah sakit, karena tersiar kabar orang yang berobat takut dibilang tertular virus corona (Covid-19). Apalagi kalau mau off name di rumah sakit, mereka takut dikumpulkan orang yang positif Covid-19 sehingga mereka cepat tertular dengan virus yang menakutkan ini. Intinya, kebijakan pemberlakuan kenaikan BPJS di saat Pandemi Covid-19 masih berlangsung sangat tidak tepat dan tidak manusiawi” cetus Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI).
Seharusnya dalam kondisi saat ini, ujar laki-laki kelahiran Gudang Hirang (Sungai Tabuk) 23 Januari 1975 ini, Pemerintah bisa memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan, dengan mensubsidi iuran BPJS, bukan sebaliknya memberlakukan kenaikan iuran BPJS.
“Kalau toh Pemerintah tetap memaksakan 1 Juli 2020 ini menaikan iuaran BPJS, apakah rakyat bisa menunaikan kewajiban dengan membayarnya, sedangkan untuk biaya hidup saja Senin-Kamis mencarikannya. Bagaimana kalau masyarakat jatuh sakit, sedangkan bayar iuran BPJS tersebut tidak bisa dipenuhi, otomatis mereka tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan? Dimana mata hati pemimpin negeri ini saat ini,?” celutus Aspihani seraya berharap Pemerintah membatalkan kenaikan iuaran BPJS.
Saat ini menurut Aspihani, masyarakat hanya pasrah dalam posisi serba kesusahan, dan dengan rasa terpaksa menerima apapun yang diputuskan oleh Pemerintah.
“Anda tengok saja pasien BPJS di rumah sakit, faktanya sangat terlihat pelayanan sangat jauh dibawah jika kita bandingkan dengan pelayanan pasien umum. Intinya kalau toh 1 Juli 2020 ini iuran BPJS tetap dipaksakan untuk dinaikan, maka pendapat saya keputusan tersebut sangat tidak manusiawi dan terkesan tindakan zalim terhadap rakyat Indonesia, apalagi dalam kondisi rakyat saat ini sangat kesulitan mendapatkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan makan sehari-hari,” tukas Aspihani dengan nada tinggi. (barlis)