Andi Adellia Sebut COVID-19 Bikin Momok Rakyat Indonesia

Andi Adellia

Oleh : Andi Adellia, SH

COVID-19, kita semua tidak ada yang tau apa COVID-19, sejauhmana bahayanya??? Sekarang seakan-akan COVID-19 adalah momok yang sangat menakutkan bagi rakyat Indonesia dan pada umumnya umat manusia di seluruh Dunia.

Menurut tokoh wanita kelahiran Makassar, 3 Agustus 1973 ini, di Indonesia saja pasien yang meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona sudah melebihi angka 1000 jiwa dan yang positif terinfeksi COVID-19 ini mencapai angka sembilan belas ribuan orang, lalu apakah pernah terfikir oleh kita adakah satu diantara dari sekian yang mati tersebut di lakukan otopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya?

Dan kenapa tempat-tempat ibadah di kunci hingga mereka tidak diperbolehkan untuk beribadah? Padahal UUD 1945 yang merupakan landasan negara Indonesia memperbolehkan dan memberikan kebebesan warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya, bukankah bahasanya sangat jelas di larang krodit atau kumpul-kumpul tanpa memenuhi standar kesehatan?

Perlu kita pilah-pilih dalam pemaknaan sikap, bahwa orang-orang ibadah bukanlah kumpul-kumpul atau krodit, namun kalau menghadiri konser itu jelas bisa dimaknakan dengan istilah krodit atau kumpul-kumpul. Dan malahan konser dengan dalih konser amal untuk korban COVID-19 dibiarkan begitu saja, malahan kegiatan tersebut mendapatkan restu oleh kepala negara Indonesia sendiri. Maksudnya apa ini? Ini semua membuat publik bertanya-tanya.

Menggunakn masker dan cuci tangan, apa kita yakin virus corona cuma menempel di tangan dan di mulut saja? Kenapa tidak ada himbauan saat pulang dari bepergian langsung mandi pakai sabun dan ganti pakaian yang baru dicuci. Hanya saja pemerintah menghimbau dan memerintahkan kepada semua warga dalam swhteq @DIAMDIRUMAHAJA.

Perintah dan pengumuman itu, bagi mereka yang hidup pada ekonomi cukup dan berkecukupan dan atau bagi mereka yang mendapatkan gaji tetap, ataupun aturan dan himbauan @DIAMDIRUMAHAJA itu tidak masalah, “No Problem”, namun akan tetapi bagi yang pekerja informal, misal sopir angkot, ojeg, ojol, buruh bangun, dan lain lain, apakah mereka bisa diam dirumah saja? Tidak mungkinlah… Mereka butuh makan dan butuh keperluan buat keluarganya.

Baca Juga:  Dubes Mesir: Furnitur Indonesia Berpotensi Besar di Kota Hurghada

Seperti dijabarkan penggunaan tambahan anggaran belanja sebesar Rp 450,1 triliun itu dialokasikan untuk beberapa bidang, gakni untuk kesehatan termasuk insentif tenaga medis Rp 75 triliun, Jaring Pengamanan Sosial (social safety nett) kepada warga / rakyat Indonesia Rp 110 triliun, dukungan untuk sektor industri Rp 70,1 triliun, dan dukungan pembiayaan anggaran untuk Covid-19 Rp 150 triliun.

Yang menjadikan pertanyaan saya adalah, pantaskah anggaran Rp 450,1 triliun untuk penanganan virus corona sebesar itu?, Selama ini katanya konon Rp 110 triliun untuk warga atau rakyat Indonesia, mana buktinya, saya rasa itu hanya fatamorgana saja untuk memberikan setitik kegembiraan kepada rakyat Indonesia.

Lantas lari kemana dana tambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun tersebut?

Sedangkan fakat bicara, bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah sangat tidak relevan, bansos tersebut hanya berupa beras berjenis biasa antara 5 – 10 kg, minyak goreng satu liter, ikan sarden (kaleng kecil), teh kotak kecil, ditambah mie beberapa bungkus. Hitung-hitung dalam satu paket bansos sembako tersebut paling dapat harga antara 70ribu – 150ribu rupiah.

Dari itu semua timbul pertanyaan lagi dalam benak saya, apa iya bagi yang menerima bantuan tersebut cukup buat makan selama kondisi merambahnya penyeberan virus corona saat ini. Tidak mungkin cukup kan? Walau toh semua itu cukup dicukupkan, lantas masak makanannya dengan apa?

Dalam mengarungi bahtera kehidupan nyata ini kita butuh bukan hanya sembako saja, uang pun jita sangat perlu untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Untuk makan kita perlu makan-makanan yang masak, dan kita perlu Gas Elpiji, butuh bayar listrik, bayar air PDAM, bagi yang ngontrak rumah butuh bayar kontrakan, dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Forkopimcam Satui Gelar Rapat Koordinasi dan Monitoring Pangkalan LPG

Kondisi seperti ini darimana kebutuha itu didapatkan selain mengharap babtuan sosial dari pemerintah. Selain keperluan rumah tangga, kitapun harus memikirkan biaya anak sekolah yang akibat belajar di rumah anak-abak sekolah harus menggunakan internet, dan untuk menggunakan internet kita harus memiliki paket internet yang mendapatkannya mereka harus beli paket tersebut.

Kita ini sekarang ini terjebak pada badai yang sama, tetapi beda kapal yang tentunya pasti beda cara nahkodanya, untuk keluar dari badai tersebut hanya saja nahkoda yang egois, dia tidak mau menerima masukan dari ABK untuk mencontoh nahkoda kapal lain yang sudah bisa mengatasi badai tersebut. Nahkoda kita hanya sibuk memberikan himbauan melalui spanduk dan pengeras suara yang notabennya menghambur-hamburkan dana, sedangkan penumpangnya dikasih makan yang tidak jelas…itulah kita, Indonesia Raya.

Saya berbicara seperti ini karena beginilah suara rakyat bawah seperti diriku ini. Dan menyimak yang pernah disampaikan oleh seorang guru besar di Kalimantan, beliau seorang Waliyullah yang mastur (wali tersembunyi) yaitu Al Habib, Al Hajji Muhammad Ideris bin Syekh As Sayyid Abdurrasyid Assegaf, beliau mengatakan : “Orang yang diam tidak berani menyampaikan kebenaran dan tidak berani mencegah kedzaliman, maka ia merupakan Syaitan Bisu dan Lumpuh”.

Sebagaimana prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Kebenaran itu harus disampaikan, walaupun itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka dengan apa yang disampaikan. Nah inilah yang harus saya sampaikan derita saya sendiri sebagaimana wakil dari derita rakyat Indonesia. Semoga Presiden kita bapak Jokowi dalam kondisi merebaknya virus corona ini berkenan bijaksana dalam mengatasi kebawah rakyat Indonesia ini.

Baca Juga:  Ini Janji Relawan Ben - Ujang Wae Kotim

Penulis adalah Advokat dari Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI)

Dibaca 11 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top