Baramarta Dinilai Asal Keluarkan SPK Kepada Pengusaha Tambang Batubara

Keterangan foto Bantaran sungai yang ditambang pengusaha tambang batubara di Sungai Pinang

suarakalimantan.com – Martapura. Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) soroti BARAMARTA mengeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pengusaha tambang batubara Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

“PD Baramarta ini asal keluarkan SPK, buktinya SPK yang dikeluarkan tersebut adalah bekas tambang batubara milik PT Pama Persada Nusantara yang ditinggal sejak 2016 silam, kata Samsir Ketua Koordinator Kecamatan LSM LEKEM KALIMANTAN, kepada wartawan, Jum’at (1/11/2019).

Dikatakannya, ekploitasi batu bara tersebut masih di atas lahan konsesi Perjanjian Karya Penambangan Batu Bara (PKP2B) adalah milik PD Baramarta yang masih berlangsung.

“Kita melihat reklamasi jalan ditempat, kalau tambang batubara ini jalan lagi, saya khawatir akan berdampak buruk terhadap kondisi alam disekitar perkampungan kami ini, mana tanggungjawab Baramarta yang mengeluarkan SPK tersebut” tutur Samsir.

Samsir, yang diketahui merupakan salah satu warga Desa Sungai Pinang mengatakan, sejak ditinggal PT Pama, aktivitas penambangan batubara semakin dekat dengan pemukiman.

“Anda lihat saja sendiri, aktivitas para menguras perut bumi alam sekitar perkampungan kami ini menggunakan alat berat dan faktanya lubang-lubang raksasa terlahir dari hasil perbuatan mereka ini,” ucap Samsir.

Senada, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) Wijiono SH MH mengatakan, perbuatan para pengeruk emas hitam di Sungai Pinang ini sudah kelewat batas.

“Aduh disisi jalan terlihat jelas pemandangan memilukan, lubang-lubang besar bagaikan danau tak bertuan berjejeran. Kalau tidak ditanggapi dengan serius tidak menutup kemungkinan satu dua tahun kedepan, daerah ini akan dilanda banjir besar,” papar mas Wiji panggilan akrab Wijiono kepada wartawan, Jum’at (1/11/2019).

Menurut Wijiono, hasil pantauan investigasi kami kelapangan didapatkannya, pengusaha tambang sudah tak beretika dan sepertinya sudah mengabaikan kaidah kewajaran, karena penambangan dilakukan nyaris tak berjarak dari badan jalan bahkan juga sisi sungai sudah di babat juga.

Baca Juga:  Komplotan Pencuri Kabel Telkom Di-Perum Margorejo Dibekuk Polisi

“Jangankan sungai, sisi jalanpun sudah mulai digaruk oleh mereka. Reklamsi dan masyarakatpun juga terabaikan. Buktinya pohon-pohon di bekas tambang penanamannya sangat tak tertata serta debu sudah biasa jadi makanan sehari-hari warga. Mana perhatian dari perusahaan, terkesan Corporate Social Responsibility atau CSR pun tak jalan disini,” ujarnya.

Tak hanya debu yang mesti ditanggung warga, namun menurut Wijono penambangan batubara juga berdampak matinya aliran sungai yang ada di desa wilayah Sungai Pinang tersebut.

Di Wilayah Kabupaten Banjar ini adalah merupakan proses penambangan yang menurutnya tak lagi mengindahkan dampak lingkungan. Pasalnya hingga bantaran sungai juga ditambang.

“Aliran sungai mati, sumur-sumur kering karena kalah dalam dengan dalamnya lubang-lubang yang digali penambang. Warga yang menanggung dampaknya, ingat PD Baramarta wajib bertanggungjawab jika banjir melanda se wilayah kecamatan Sungai Pinang dan sekitarnya,” kata Wijono.

Ditegaskannya, pengrusakan lingkungan adalah sebuah kejahatan lingkungan yang melanggar Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Pemerintah daerah jangan hanya diam, karena kewajiban anda melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap kejahatan lingkungan hidup di daerah Kabupaten Banjar ini,” tukas Wijiono .

Wiji menyebutkan diantaranya ada 3 penegakan hukum yang harus di lakukan oleh pemerintah daerah, yaitu penegakan hukum pidana, penegakan hukum perdata dan penegakan hukum administratif, ujarnya.

Terpisah, Ketua Kelompok Pemerhati Kinerja Aparatur Pemerintah dan Parleman (KPK-APP) Kalimantan Selatan Aliansyah menyatakan, Dampak pertambangan di Sungai Pinang, ada dua sungai besar di Kecamatan Sungai Pinang.

“Ada dua sungai yang mati akibat penambangan batubara Baramarta. Padahal dulunya, dua sungai itu termasuk sungai besar seperti halnya Sungai Sungai Martapura,” kata Aliansyah kepada wartawan, Jum’at (1/11/2019).

Baca Juga:  Senator DPD RI Asal Aceh : Polri Harus Hentikan Kriminalisasi Wartawan

Lebih para lagi, menurut Aliansyah, sejumlah fasilitas umum yang dibangun PT Pama saat masih beroperasi, juga rusak parah.

“Jalan dan sebuah jembatan tinggalan PT Pama hancur karena aktifitas penambangan. Pepohonan hasil reklamasi banyak yang mati karena areal lahan bekas tambang yang sudah ditanami pohon, juga ditambang lagi,” ujarnya.

Teguh Imanullah, Direktur Utama PD Baramarta membenarkan pihaknya telah menerbitkan SPK untuk penambang lokal pemegang IUP. Itu dilakuka sebagai uya kerjasama untuk optimalisasi cadangan baru batu bara di atas lahan konsesi.

Kata Teguh, penerbitan SPK untuk penambang lokal dilakukan lantaran kontraktor, PT Pama telah angkat kaki dikarenakan wilayah pertambangan yang sudah semakin dekat dengan permukiman penduduk. Dan tak lagi dapat deikerjakan skala besar dengan pola blasting.

“Wilayah pertambangan sudah semestinya ada yang mengelola karena jika dibiarkan justru akan diobrak-abrik dan dijarahi penambang liar. Dan kami tidak ingin itu terjadi di wilayah pertambangan PD Baramarta,” tukas Teguh.

Penulis : Muhammad Hatim

Editorial : Barlis Irawan

Dibaca 271 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top