Amdal Belum Ada, Aktivis Kalsel ini Minta Pemerintah Pusat Cabut Izin PT Mantimin Coal Mining (MCM)  

SUAKA – BANJARMASIN. Adanya kewenangan  Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam menerbitkan ijin pertambangan sebagaimana keputusan bernomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (MCM), tertanggal 4 Desember 2017 memberikan perusahaan tersebut beraktivitas di Kabupaten Hulu Sungai Tengah menimbulkan kritikan aktivis lingkungan Kalimantan Selatan, yakni LSM WALHI dan PELIH kalsel, minta izin tersebut dicabut.

Diketahui Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Direjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono memberi kuasa kepada PT Mantimin Coal Mining (MCM) untuk menambang di wilayah Kecamatan Batang Alai Timur membuat sebuah permasalahan baru. Karena, areal pertambangan itu berada di kawasan hutan sekunder seluas 1.398,78 hektare, permukiman 51,60 hektare, sawah 147,40 hektare, serta sungai 63,12 hektare dari total luas izin tambang PKP2B, bersama PT Antang Gunung Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, papar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono kepada wartawan suarakalimantan.com. Kamis (11/1/2018).

Menurut Kisworo, jika pertambangan batubara ini tetap diizinkan di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), maka bisa dipastikan akan mengancam kelestarian lingkungan, ruang hidup, dan sumber kehidupan masyarakat. Karena diketahui oleh semua pihak, hal demikian akan menyebabkan bencana ekologi, merusak tatanan sosial masyarakat, bahkan juga menyebabkan konflik sosial dan konflik agraria, sehingga berdampak mengabaikan kehidupan lintas generasi, ucapnya.

Dari itu semua, aktivis lingkungan hidup Kalimantan Selatan ini mendesak, agar pemerintah pusat segera mencabut izin tambang di kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) PT Mantimin Coal Mining (MCM), karena berdasar analisa lembaganya, hal demikian jelas bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang jelas-jelas tidak membolehkan adanya aktivitas pertambangan, tegas Kisworo Dwi Cahyono dalam paparannya kepada wartawan.

Baca Juga:  Kukuhkan DPD P3HI Kalteng, Aspihani Sebut P3HI Cetak Advokat Berkualitas

Senada juga secara terpisah, Direktur Eksekutif Pemerhati Lingkungan Hidup (PELIH) Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris menyatakan, izin yang di keluarkan Pemerintah Pusat Melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tertanggal 7 November 1997 tersebut berdampak ancaman serius terhadap masyarakat di Batu Tangga dan wilayah sekitar aktivitas pertambangan batubara milik PT Mantimin Coal Mining (MCM) sebagai pemilik izin Perjanjian Kuasa Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B) tersebut, “Pemerintah pusat mengeluarkan izin tambang ini jelas tidak memperhatikan aspirasi daerah, dan ini semua sama halnya dengan melecehkan warga banua, udah cabut aja izinnya dan kita secepatnya akan melayangkan surat ke Kementerian ESDM dan Presiden sebagai bahan pertimbangan,” ujarnya kepada wartawan suarakalimantan.com, Kamis (11/1/2018).

Dikeluarkan perizinan tersebut wajar dipertanyakan oleh semua pihak, karena aktivitas dari PT Mantimin Coal Mining (MCM) tersebut diduga sudah mem perlihatkan dampak negatifnya di masyarakat wilayah pertambangan tersebut, seperti halnya banjir yang saat ini melanda wilayah sekitar tambang batubara itu. Selain itu pula, semua pihak mengetahuinya, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari PKP2B dan ini jelas tidak ada Izin Lingkungannya, karena tidak disetujui warga Hulu Sungai Tengah sekitar aktivitas tambang batubara tersebut, “Amdalnya saja belum ada, wajarlah izin dari ESDM itu ditangguhkan dan wajib di cabut,” tukas Aspihani. 

Ia mengatakan, izin pertambangan batubara Yang ada ini jelas sangat menyakiti hati rakyat Hulu Sungai Tengah, karena mayoritas penduduknya bertani, dan dampaknya dipastikan secara langsung dirasakan oleh mereka, karena area konsesi pertambangan batubara mereka melewati Sungai Hintuan, Sungai Tain, Sungai Miulang yang ke semuanya itu bermuara ke Sungai Batang Alai yang merupakan sungai utama sebagai sumber irigasi petani, kata Aspihani.

Baca Juga:  Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Ketua DPRD Kotabaru Bertindak Membaca UUD 1945

Selain itu menurut Aspihani, data yang didapatkan lembaganya, berdasarkan overlay peta kawasan hutan berdasarkan SK. Menhut No. 435/2009, ternyata konsesi pertambangan batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) tersebut sebagian bertumpang tindih dengan kawasan Hutan Lindung. Jadi sudah jelas bahwa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tambang batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) akan mengancam keberadaan kawasan lindung dan catchment area Sungai Batang Alai.

Menurut Aspihani UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara Pasal 134 ayat (2) mengatur sanksi Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Pertambangan, karena kegiatan usaha pertambangan jelas tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ucapnya.

Selanjutnya, menurut Aspihani, Pasal 50 ayat (3) huruf g jo Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (“IPPKH”) dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

Pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH menurut Aspihani jelas akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara 10 tahun dan denda Rp. 5 milyar. “Ini semua diatur pada Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan. Dan pula sanksi administrasi nya sesuai dengan Pasal 119 UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (“IUP”) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) dapat dicabut oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan kewenangannya karena alasan pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan.” jelasnya.

Baca Juga:  Satgas TNI Manunggal Bangun Garasi Mushola Darus Sholihin Malilingin

Diketahui sebelumnya Kementrian ESDM menerbitkan surat keputusan No.441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (MCM) menjadi tahap kegiatan operasi dan produksi. 

Pada Surat Keputusan yang ditanda tangani oleh Dirjen Mineral dan Batubara, Kementrian ESDM pada tanggal 4 Desember 2017, Kementrian ESDM mengizinkan PT Mantimin Coal Mining (MCM) untuk melakukan kegiatan produksi di tiga kawasan yang meliputi Kabupaten Balangan, Tabalong dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) “Kawasan Batang Alai” dengan total luas lahan sekitar 5.908 hektar.

Jurnalistik : Sidik

Editorial : Husaini

Redaktur : Kastalani

Dibaca 318 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top