SUAKA – KOTABARU. Sedikitnya 300 karyawan PT Silo Group terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari jumlah itu hampir bisa dipastikan akan mengancam kehidupan sedikitnya 900 jiwa karyawan terancam berhenti bekerja.
“Jika dalam satu kepala keluarga (KK) yang bekerja memiliki tanggungan 3 orang, maka jumlah yang terancam kehidupannya mencapai 900 orang, “tandas Burhanuddin disela-sela pertemuan dengan Komisi 1 DPRD Kotabaru kepada wartawan suarakalimantan.com Senin (8/1/2018).
Ancaman PHK itu disebabkan perpanjangan izin pinjam pakai untuk areal pertambangan PT Silo tak dikeluarkan pihak Pemprov Kalimantan Selatan. Itu sebabnya, warga Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru mendatangi DPRD Kotabaru.
Warga yang diterima Komisi I DPRD Kotabaru itu menyampaikan aspirasi terkait rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran yang akan dilakukan PT Silo Group. “Kami dengar PHK akan dilakukan pihak perusahaan karena perpanjangan ke -3 izin pinjam pakai kawasan hutan ( IPPKH) untuk pertambangan biji besi tak kunjung keluar. Sehingga perusahaan akan melakukan PHK dan sudah tiga bulan tidak ada kegiatan penambangan, “ujar Muhammad Amin, tokoh masyarakat Pulau Sebuku dan juga seorang karyawan, Senin (8/1/2018).
Pantauan SUAKA, kedatangan warga dan sejumlah tokoh masyarakat itu di dewan bertujuan agar pihak DPRD Kabupaten Kotabaru memfasilitasi untuk mencari solusi atas persoalan ini antara pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan PT Silo Group.
Jika ini tidak segera ada solusi, ratusan karyawan PT Silo terancam PHK. Sebab sudah tiga bulan kegiatan penambangan tidak dilakukan lagi akibat terkendala perizinan. “Ini sangat merugikan karyawan dan masyarakat setempat, ” kata Burhanuddin.
Itu sebabnya, pertemuan dengan dewan itu diharapkan mampu membuahkan hasil dan perusahaan yakini PT Silo Group, kembali beroperasi dan karyawan tidak di PHK. Begitu pula yang sudah di PHK dan dirumahkan bisa bekerja kembali seperti sedia kala. “Sulit menemukan perusahaan yang bisa bermitra secara baik dengan masyarakat sempat. Silo ini sudah menyatu dengan hati warga setempat,” tandas Muhammad Amin yang juga tokoh masyarakat Pulau Sebuku.
Sementara itu Ketua Komisi DPRD Kabupaten Kotabaru Afisah, S.Sos. MAP mengatakan, pihaknya segera mengkomunikasikan masalah ini dengan pihak pemerintah provinsi Kalimantan Selatan, setelah menggelar rapat kerja.
Ia mengatakan, dari hasil pertemuan dengan warga dan karyawan, terungkap tidak beroperasinya perusahaan pertambangan itu karena terkendala perizinan lahan penambangan. Tidak beroperasinya PT Silo itu tidak hanya acaman PHK terhadap karyawan tetapi juga mengancam perputaran ekonomi di daerah sekitar perusahaan pertambangan.
Semua bantuan PT Silo Group yang sudah berjalan selama ini, juga akan terhenti seperti bantuan dibidang pendidikan, pembangunan infrastruktur lain serta menekan perputaran ekonomi. Kalau selama ini rumah-rumah kos itu berpenghuni, sekarang ini sudah pada kosong.
Selain itu perputaran ekonomi yang sebelumnya mencapai kisaran Rp 5 milliar per hari, kini sama sekali akan tidak ada lagi. “Jadi jika perusahaan ini berhenti beroperasi benar-benar sangat merugikan masyarakat, “tandas Muhammad Amin yang juga tokoh masyarakat setempat.
Sebelumnya pada tahun 2015 lalu, PT Silo Group juga pernah merumahkan karyawannya, karena harga biji besi anjlok dipasar ekspor. “Jika izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan ( IPPKH) tersebut, tentu sedikitnya 300-an karyawan, juga kembali teracam di PHk” katanya.
PT Silo Group berdiri sejak tahun 2004 lalu dan berjalan bagus. Masyarakat sangat menerima kehadiran perusahaan pertambangan ini. Saat ini perusahaan ini sedikitnya memiliki karyawan kisaran 1.700 orang.
Pada pertemuan itu Muh Amin beterima kasih kepada DPRD Kabupaten khususnya Ketua DPRD dan Wakil 1. dan 2 serta , Komisi 1 yang telah bersedia menerima dan berjanji akan mengambil langkah-langkah mencari solusi penyelesaian masalah tersebut.Warga yang datang di dewan Kotabaru tergabung dalam SPSI bersama tokoh masyarakat.
Mereka menyampaikan kegelisahan karyawan yang terancam di PHK dan warga setempat yang ikut mengancam mata pencaharian mereka jika PT Silo tidak beroperasi lagi. Setidaknya akan mengancam perekonomian warga 8 desa di kecamatan Pulau Sebuku. “Apalagi saat ini sudah merumahkan karyawan karyawan selama 5 bulan akibat perusahaan berhenti beroperasi”, ungkapnya.
Pada tanggal 18 November 2017 lalu, perusahaan telah membuat surat edaran akan melakukan PHK karyawan secara besar-besaran karena izin lahan penambangan tidak kunjung keluar. Bahkan saat ini sudah berjalan 3 bulan tidak ada kegiatan penambangan. Padahal perusahaan tersebut telah membangun smelter (pemurnian) seperti yang dipersyaratkan dalam UU Menerba. “Smelter itu sudah siap pakai.”, tukasnya.
Kepala Dinas Depnaker trans Kotabaru Ir HM Hasbi Tawab yang dihubungi terpisah mengatakan, meskipun saat ini kewenangan pertambangan dan kehutanan merupakan hak provinsi akan tetapi pihaknya sebagai eksekutif maupun legeslatif tidak ada alasan untuk tidak memperjuangkan dan mencari solusi keresahan yang di hadapi oleh warga sekaligus menjaga investasi yang ada di Kotabaru. Apabila diperlukan, kami siap mengawal mereka, ” ungkap Hasbi. (Ani)