Jaksa Tuntut 2 Tahun Penjara Atas Sidang Muslih, Menuai Kritikan Ketua Advokasi Hukum IWO Kalsel

SUAKA – BANJARMASIN. Sidang pengadilan kasus dugaan korupsi atas Rancangan Peraturan Daerah Penyertaan Modal PDAM Bandarmasih dengan terdakwa mantan Direktur Utama PDAM Ir Muslih dan Manager Keuangan Drs Trensis, Kamis (28/12) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, memasuki agenda penuntutan. 

Dengan berbagai argumentasi yang disampaikan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Muslih dengan pidana 2 tahun penjara dengan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan. Sedangkan Trensis dituntut lebih ringan setengah tahun dengan hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Tuntutan yang disampaikan jaksa KPK Ferdian Adi Nugroho SH dalam berkas setebal 54 halaman tersebut, diyakini secara sah, unsur perbuatan tindak pidana korupsi dalam dakwaan pertama yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP., dimana Muslih dan Trensis terbukti telah melakukan suap terhadap Iwan Rusmali dan Andi Effendi, sehingga uang suapan tersebut mengalir kesejumlah anggota DPRD Banjarmasin lainnya.

Di sisi lain, ada hal-hal yang dianggap meringankan bagi kedua terdakwa. Menurut jaksa Ferdian, terdakwa Muslih dan Trensis sangat kooperatif selama persidangan serta turut berkontribusi bagi pendistribusian air bersih yang dinikmati warga Banjarmasin.

Sedangkan dua dakwaan lainnya, baik dakwaan kedua dan dakwaan ketiga, dalam pertimbangan hukum, jaksa KPK memasang Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sehingga terdakwa dianggap tak terbukti dari fakta persidangan yang ada.

Baca Juga:  LSM Gadjah Puteh Laporkan Manajer PT Semadam ke Polda Aceh

Menanggapi tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa KPK, Muslih tampak terlihat tegar dan pandangannya sesekali mengarah ke arah dewan hakim yang mengadilinya. Sedangkan Trensis terlihat hanya  banyak terlihat menunduk.

Usai pembacaan tuntutan yang berlangsung sekitar 1 jam, Ketua Majelis Hakim Sihar Hamonangan Purba SH MH langsung menanyakan kepada penasihat hukum kedua terdakwa tentang kesiapan pembelaan (pledoi) pada persidangan selanjutnya yang direncanakan digelar pada Selasa (16/1) nanti.

Kuasa hukum terdakwa, Aby Hartanto SH pun memastikan akan memberikan pledoi dalam persidangan selanjutnya. Begitupula Muslih dan Trensis yang duduk di kursi pesakitan PN Tipikor Banjarmasin juga mengajukan keringanan hukuman sebagai bentuk pembelaan dirinya, karena dipaksa untuk memberi suap kepada dua tersangka lain, Iwan Rusmali dan Andi Effendi serta sejumlah anggota DPRD Banjarmasin

Selain itu, Muslih merasa keberatan dan meminta keringan hukuman atas dirinya tersebut, “Pada waktu pembelaan nanti, saya tetap minta keringanan,” tuturnya lesu usai persidangan di PN TIPIKOR Banjarmasin.

Ferdian Ardi Nugroho mengutarakan, tuntutan itu masih ringan. Sebab, pihaknya memiliki parameter tuntutan di internal pengadilan. “Untuk kasus serupa yang pemberiannya lebih besar pun, tuntutannya tidak setinggi itu. Apalagi kasus inikan uangnya hanya Rp 100 juta,” katanya kepada wartawan yang mewawancarainya.

Sementara itu, Ketua Advokasi Hukum Ikatan Wartawan Online Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris menilai, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Ir Muslih dengan pidana 2 tahun penjara dengan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan serta Drs Trensis dituntut hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan terlalu ringan, “Guna memberikan pelajaran efek jera kepada pelaku korupsi di Bumi Lambung Mangkurat ini, seyogyanya tuntut mereka dengan ancaman yang berat,” ujar Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini memaparkan.

Baca Juga:  Kasus Pembubaran Massa Class Action Banjir Kalsel Naik Ke Penyidikan

Aspihani berpendapat, guna memperlihatkan efek jera, maka mereka pantas mendapatkan ancaman yang berat. Karena mereka itu bagian dari penyelenggara negara, “Seharusnya mereka itu di tuntut dengan Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001, sehingga membuat orang lain berpikir panjang untuk mengikuti jejak pelaku korupsi pendahulunya,” tegas Aspihani.

Wartawan : Anang Bidik

Editorial : Sumarko 

Redaktur : Kastalani

Dibaca 18 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top