SUAKA – BALANGAN. Pencemaran lingkungan acap kali terjadi di sebuah perusahaan berskala besar, apalagi di sebuah perusahaan tambang batubara. Hal ini dikarenakan batubara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus menjadi sumber daya energy yang sangat besar. Sehinggga aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial.
Hal ini terungkap di saat beberapa LSM di Kalsel dibawah koordinator Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN), investigasi ke daerah pertambangan PT Balangan Coal di Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan, Minggu (26/11)
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan, Aspihani Ideris, bahwa aktivitas pertambangan yang ada saat ini identik sebagai perusak lingkungan, seperti halnya di daerah Balangan, karena menurut Ketua Advokasi dan Hukum IWO Kalsel ini, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat mengubah secara total lingkungan yang ada, baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang yang telah disingkirkan oleh pengusaha dalam aktivitas tambang itu sendiri.
Hilangnya vegetasi, lanjut Aspihani, hal ini secara tidak langsung juga ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengaturan dari sebuah tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Apalagi pertambangan batubara yang ada saat ini berawal dari perkebunan sawit yang semestinya sudah mulai produksi dan dilestarikan, “sawit itu sepertinya hanya tameng belaka, buktinya setelah diketahui dibawah nya merupakan kepadatan emas hitam, itu langsung sawit yang ada langsung dibabat,” papar aktifis senior Kalimantan ini.
Menurut aktifis yang gencar melaksanakan aksi unjuk rasa ini menyatakan, aktivitas tambang batubara ini juga seharusnya bisa perubahan social ekonomi masyarakat disekitar kawasan penambangan dengan cara di prioritaskan dalam ikut serta bekerja padanya. Dari itupula, Aspihani disisi lain mengharapkan, pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh tambang batubara ini perlu dilakukan tindakan-tindakan tertentu, hal demikian guna mengurangi pencemaran akibat aktivitas pertambangan batubara yang di duga dilakukan oleh PT Balangan Coal saat ini, “Jika limbah itu benar berasal dari PT Balangan Coal, maka memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar pertambangan wajib dilakukannya,” tegas alumnus Magister Hukum UNISMAMalang ini.
Senada juga, Kasi Pemerintahan dan Kesra Desa Sungai Batung, Firmansyah, memaparkan, limbah yang mengalir di sungai akibat dari aktivitas tambang batubara milik PT Balangan Coal sudah berdampak bagi kesehatan masyarakat dan tanaman di desa tempat tinggal kami, “Apabila limbah itu di buangnya, otomatis daun-daun padi membusuk. Karet yang adapun mati dibuatnya,” ucapnya kepada wartawan, Minggu (26/11)
Selain itu pula menurut Firmansyah, dengan adanya limbah yang terbuang oleh PT Balangan Coal mengakibatkan jalan usaha tani tidak bisa di lewati, karena akibat dampak lumpur dari limbah tersebut, bahkan akibatnya air sungai sangat keruh, “simpel nya ada di kantor desa kami dokomentasikan dari limbah air sungai di kampung,” katanya.
Selanjutnya dia memaparkan air sungai akibat tercemar limbah tambang batubara tersebut airnya tidak bisa di gunakan buat mandi, apalagi digunakan buat minum, buat cuci buang air besar aja menurut Firmansyah airnya tidak bisa digunakan, “Airnya sangat kotor, jangan buat mandi dan minum, buat mencuci pantat habis buang air besar aja tidak bisa digunakan, karena dapat menimbulkan penyakit kulit,” tuturnya kepada wartawan.
Senada juga, Umar Baki yang merupakan salah satu pemilik kebun karet di Desa Sungai Batung Kecamatan Juai Kabupaten Balangan ini memaparkan, limbah aktivitas pertambangan PT Balangan Coal sudah merambah ke kebun-kebun masyarakat, sampai-sampai limbahnya juga sudah mengalir ke sungai tempat kami mengambil air buat kebutuhan rumah tangga. “Akibatnya jelaslah juga tercemar”, paparnya kepada wartawan, Minggu (26/11).
Akibat dari aktivitas tambang perusahaan Balangan Coal ini, kebun karetnya terendam air limbah yang tercemar akibat pembuangan yang terkesan asal-asalan. “Tuh kebun karet saya terendam limbah batu bara dari Balangan Coal,” ucapnya lirih seraya menunjuk ke lahan Kebun karet miliknya.
Akibat ini semua, menurut Umar Baki, dirinya terpaksa membuat sumur yang di gali sendiri. Namun dia pun sanksi, sampai kapan sumur yang dibuatnya bisa bertahan. “Kalau sumur kami sampai kering, kiamat lah kami,” ujar Umar Baki mengatakan dengan nada tinggi kepada wartawan.
Menurut salah satu Direktur Pemerhati Lingkungan Hidup (PELIH) Kalsel, Fahmi Anshari juga angkat bicara, dia menyatakan pencemaran lingkungan yang di duga oleh perusahaan Balangan Coal tersebut ke perkebunan, sawah dan sungai, hal tersebut menurut dia sudah bisa di katakan merupakan sebuah kejahatan lingkungan hidup.
Karena saat ini sungai di Kecamatan Juai ini sudah tercemar dan itu jelas melanggar Pasal 104 UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup (PPLH), “Bagi yang melakukan dumping atau pembuangan limbah tanpa izin dan ini dapat mencemari lingkunga sekutarnya, maka itu semua jelas melanggar pasal 60 UU PPLH, ancaman pidananya 3 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar,” papar Fahmi Anshari kepada wartawan.
Manajemen PT Balangan Coal diketika di komfirmasi oleh awak media ini, dikatakan oleh security yang sedang bertugas saat itu, yang bisa memberikan keterangan sedang berada di Jakarta dalam rangka tugas, katanya.
Wartawan : Kastalani / Mahyuni / Andi Nurdin
Editorial. : Suhaimi
Redaktur. : Abdul Kahar Muzakir