SUAKA – MARTAPURA. Keberadaan perusahaan pertambangan batu bara PT Merge Minning Industry (MMI) dengan tenaga kerja asing (TKA) mendominasi dari negeri Cina Tiongkok mendapat kritikan dari Aktivis Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) setempat, Minggu (19/11) di Markas Besar LEKEM KALIMANTAN, Banjarmasin.
Menurut Samsir, yang merupakan Wakil Ketua LSM LEKEM KALIMANTAN wilayah Kabupaten Banjar mengatakan, perusahaan pertambangan batu bara milik PT Merge Minning Industry (MMI) ini di dominasi TKA asal Tiongkok, “Kami sebagai putra daerah merasa tidak diperhatikan oleh perusahaan asing tersebut,” ujar tokoh Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan ini memaparkan kepada wartawan, Minggu (19/11) di Banjarmasin.
Hasil investasi lembaga kami keperusahaan pertambangan batu bara milik PT Merge Minning Industry (MMI) ini beroperasi dibawah tanah dengan kepanjangan wilayah tambang tersebut mencapai 3 kilometer. Dan izin para Tenaga Kerja Asing dari negeri Tirai Bambu itupun di ragukan, “Kami minta pihak Imigrasi Banjarmasin senantiasa juga memberikan pengawasan yang selektif tentang TKA itu. Kami menduga mereka itu hanya menggunakan Visa Wisata saja. Jika di dapatkan TKA itu tidak memiliki izin yang ditentukan UU, maka mereka wajib dipulangkan,” kata Samsir.
Samsir menjelaskan, perusahaan tambang batu bara dalam tanah ini sudah dibuka sejak tahun 2010, dan sekarang mereka sudah mendapatkan hasil dari tambang batu bara tersebut, yakni tahap produksi. Namun kami mencurigai dalam pertambangan tersebut tidak hanya batu bara yang dihasilkan, “bisa saja mereka menghasilkan emas, perak dan tembaga. Namun tidak menutup kemungkinan mereka menghasilkan intan berlian. Karena setahu saya di situ merupakan wilayah perdulangan emas dan itu sejak zaman penjajahan Jepang,” katanya berujar kepada wartawan suarakalimantan.com.
Menurut Samsir, keberadaan perusahaan pertambangan batu bara PT Merge Minning Industry (MMI) ini sangat berdampak sosial terhadap lingkungan. Dalam ganti rugi tanah tanah saja terlalu rendah harganya, yakni hanya Rp 8000 parameternya. “Jika seperti ini, kami merasa di jajah, kekayaan alam kami di garuk tanpa memperdulikan masyarakat di sekitar,” tegasnya.
Dari itupula hasil bedah perkara Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN), ujar Samsir, pihaknya akan mempertanyakan, apakah izin yang di gunakana PT Merge Minning Industry (MMI) merupakan izin pertambangan batu bara, itu semua nantinya menurut Samsir lembaganya akan investigasi ke Dinas Pertambangan mempertanyakan tentang perijinan tersebut. Karena kami menduga mereka menambang selain batu bara. Tukasnya.
Jurnalis : Kastalani/ Zakir
Redaktur : Sumarko