SUAKA – BANJARBARU. Fasilitas umum merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Maka fasilitas umum harus selalu dijaga dan dibersihkan agar nyaman dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Tentunya dengan cara memeliharanya dengan berkesinambungan. Apabila fasilitas umum tersebut rusak, tidak semata-mata pengguna fasilitas umum tersebut bisa dipersalahkan, sebagaimana terjadi patahnya kaki kursi di taman Minggu Raya, Selasa malam sekitar pukul 22:30 Wita, 7 November 2017.
Akibat dari itu semua, Hairil Fajar bin Qalbi (19), M. Zaini bin H Jani (18), Muhammad Syakir (19) dan Muhammad Aidil Fitri alias Lintang (20) berujung besoknya di laporkan ke Polisi oleh seorang ASN Kota Banjarbaru dari Dinas Pertamanan. Padahal sebelumnya Fajar dan kawan-kawannya sudah mendatangi ke kantor Dinas Pertamanan memberitahukan bentuk pertanggungjawabannya dengan memperbaiki kaki kursi yang patah tersebut sekaligus meminta maaf walaupun patahnya kaki kursi itu bukan bentuk kesengajaan.
Menurut Hairil Fajar, disaat itu dirinya bersama 3 orang temannya satu kerja bersantai ria menikmati indahnya taman Minggu Raya di Banjarbaru. Sekitar pukul 22:30 dirinya beserta temannya berkeinginan pulang ke Sekumpul Martapura, tempat mereka menginap dan bekerja disana, yakni di toko Kaligrafi miliknya M Yusuf.
Ironis nya disaat kami mau beranjak pulang, ujar Fazar dalam penjelasannya, rokoknya jatuh dari kantung bajunya. Diketika beranjak dari kursi tersebut mau mengambil rokoknya yang terjatuh tersebut, tanpa disengaja kaki kursi besi tersebut patah secara tiba-tiba, “saat saya ngambil rokok yang terjatuh, tiba-tiba kaki kursi sebelah kanannya patah,” jelasnya menceritakan kepada wartawan.
Disitu langsung petugas dari SATPOL PP datang menghampirinya, dan menanyakan asal mu asal patahnya kaki kursi tersebut. Dan menurut mereka pertanyaan anggota SATPOL PP tersebut langsung jawab ,”kami siap bertanggung jawab dengan memperbaikinya seperti sedia kala, walaupun patahnya bukan dari kesengajaan kami. Dan petugas SATPOL PP itu menyetujui. Tidak berapa lama, datanglah Patroli Polsek Banjarbaru dan menghampiri kami semua,” kata Fajar.
Disaat itu juga saya bersama teman saya, Zaini, Lintang dan Syakir di minta masuk kedalam mobil Patroli Polisi itu dan langsung dibawa ke Polsek Banjarbaru Kota untuk dimintai keterangan. “Saya diminta membuat surat pernyataan kesungguhan untuk memperbaiki kaki kursi yang patah tersebut dan itu langsung saya tulis sendiri, disana saya tulis permintaan maaf saya atas kerusakan kursi tersebut serta saya bersedia memperbaikinya,” ujar Fajar.
Pada malam tersebut, karena sudah larut malam, saya dan ketiga teman saya diminta menginap di Polsek Banjarbaru Kota. Namun diketika pagi hari saya bangun. “Nyenyaknya tidurku malam itu, ternyata ketiga teman saya sudah tidak berada di samping saya lagi diketika saya bangun tidur pagi harinya. Karena lapar dan ingin beli rokok, saya keluar kantor Polsek tanpa izin, karena saat itu tidak terlihat ada polisi. Namun diketika saya balik ke kantor Polsek, saya malahan langsung di borgol dan dimasukan ke sebuah ruangan oleh salah satu anggota Polisi. Saya langsung di hajar, dengan di pukul dan ditendang habis-habisan. Rokok yang saya beli dimasukan semua ke mulut saya secara paksa sampai termakan oleh saya,” cerita Fajar kepada wartawan.
Saya disiksa seperti binatang oleh oknum Polisi tersebut. “Saya ini manusia pak, bukan binatang” ucapnya sambil menangis kepada wartawan suarakalimantan.com, Selasa (14/11). Padahal menurut Fajar, pihaknya sudah berkenan memperbaiki, meng las kaki kursi yang patah tersebut, bahkan kursi itu kami cat sedemikian rupa. Kenapa salah disalahkan, bahkan ternyata saya sudah mendatangi ke kantor Dinas Pertamanan, namun kenapa saya di laporkan oleh ibu Jainah Machran ST binti H Machran (Alm) ke Polsek Banjarbaru Kota dengan ancaman Pasal 406 KUHP. Ya Allah kepada siapa lagi saya minta pertolongan,” ucap Fajar dengan nada lesu.
Pengamat hukum Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris memaparkan, di dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terdapat pada Pasal 19 menjelaskan, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. “Intinya siapun, tidak terkecuali Polisi sendiri, yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat, itu jelas melanggar hukum” tegas dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini kepada wartawan suarakalimantan.com, Selasa (14/11).
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 10 juga menegaskan, bagi Polisi dalam melaksanakan tugas wajib menghormati dan melindungi martabat manusia serta tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan. Tegasnya menurut Aspihani Polisi dalam melaksanakan tugasnya harus menjalankan yang diamanatkan oleh undang-undang kepada mereka, bebernya.
Selain itupula, menurut Aspihani, sebagaimana terdapat pada Pasal 11 Perkapolri 8/2009 tersebut polisi dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum. Apalagi dengan kekerasan sampai menghukuman dengan perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia itu sendiri.
Diketika wartawan mempertanyakan sanksi apa yang harus di jatuhkan kepada oknum anggota Polsek Banjarbaru Kota jika terbukti melakukan pemukulan tersebut. Aspihani menjawab “Kita lihat saja nanti sanksi apa yang di ambil pihak Propam Polres Banjarbaru. Apabila itu hanya sanksi disiplin dijatuhkan terhadap dua oknum polisi yang bertugas di Mapolsek Banjarbaru Kota itu, itu sama saja dengan melecehkan hukum yang berlaku di NKRI. Apalagi mereka itukan seorang penegak hukum. Karena menganiaya seseorang itu jelas pidana murni sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP,” tegas Aspihani.
Selanjutnya Aspihani memaparkan, buruknya fasilitas umum merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, tetapi masih banyak kita temui beberapa bahkan banyak fasilitas dan pelayanan umum yang kotor dan rusak. Keluhan yang paling sering di disampaikan mengenai buruknya fasilitas umum tersebut adalah rendahnya kualitas pelayanan publik, rendahnya pengawasan dari Pemerintah, dan sistem pelayanan publik yang belum diatur secara jelas dan tegas.
Intinya, siapapun tidak dibenarkan menuduh seseorang berlaku buruk tanpa bukti yang sebenarnya. Patahnya kaki kursi di Taman Minggu Raya itu, bisa saja akibat dampak buruknya fasilitas umum dan fasilitas yang sudah rapuh termakan usia serta tidak dijaga dan dipelihara dengan baik, ujar Aspihani.
Selanjutnya juga Aspihani memaparkan, ini semua mungkin saja dikarenakan lemahnya pengawasan dari Pemerintah Kota Banjarbaru, disusul rendahnya tanggung jawab moral dari penyedia jasa semula, sehingga kursi tersebut mudah patah, walaupun itu terbuat dari besi.
Berdasarkan logika, tidak mungkin kursi tersebut bisa patah seketika hanya diakibatkan di duduki oleh 4 orang anak muda seumur mereka itu. “Kan kursi itu dari besi, memangnya berapa sih berat badan mereka. Jadi apabila mereka itu di tuduh oleh oknum Dinas Pertamanan Kota Banjarbaru, maka itu adalah hal yang di ada-adakan dan polisi pun memasang pasal 406 KUHP itu adalah hal yang di paksakan. Ini perlu dikaji ulang, ada apa antara Jainah dan Oknum Polsek Banjarbaru Kota?. Karena jika memang Dinas Pertamanan merasa dirugikan, bukan Jainah yang melaporkannya, kan disana ada Kapala Bagian Hukum maupun Kepala Dinasnya sendiri,” papar Aspihani kepada wartawan.
Sementara Kapolres Kota Banjarbaru, AKBP Kelana Jaya, menyatakan akan menindaklanjuti proses hukum oknum polisi yang diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang warga asal Sekumpul tersebut. “Untuk pelanggaran disiplin terhadap anggota polisi ini, sedang diproses. Namun terkait pidana pengrusakan kursi tetap juga diproses,” ujar Kelana Jaya singkat saat dihubungi via telepon, Selasa (14/11).
Diketahui, bahwa, Jainah Machran ST binti H Machran (Alm) yang mengaku ASN dari dari Kasi Pertamanan Disperkim Kota Banjarbaru telah mendatangi Mapolsek Banjarbaru Kota pada hari Rabu, 8 Nopember 2017, dengan Laporan Polisi Nomor : LP / K / 82 / XI / 2017 / KALSEL/TES BHB/SEKTA dengan terlapor saudara Fajar bin Qalbi.
Dan pantauan awak media suarakalimantan.com, pihak terlapor telah memvisum dirinya ke RSUD Ratu Zalikha Martapura atas dirinya yang duga telah disiksa oleh pihak oknum anggota Polsek Banjarbaru Kota. (Z/Gt/TIM)