foto Ketum IWO bersama Aspihani Ideris
SUAKA – BANJARMASIN. Ketua Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi Ikatan Wartawan Online (IWO) Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris angkat bicara terkait sikap para legeslatif, yakni DPRD Banjarmasin yang membatasi ruang gerak kerja insan pers di lembaga itu.
Dia dengan tegas menyatakan sikap DPRD Banjarmasin yang dinilainya telah melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Keterbukaan informasi publik merupakan sebuah hal yang sangat penting. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi setiap manusia, terlebih para mengejar berita, sehingga bisa nenyajikan kabar yang telah berlangsung di luar sana untuk di ketahui oleh mereka. Dari itu menurut dia, IWO perlu bergerak melawan sikap Dewan Banjarmasin tersebut, yang telah menutup gerak para wartawan, ucap Aspihani Ideris, Rabu (11/10/2017) kepada wartawan.
Menurut Aspihani, seorang pejabat publik, apalagi wakil rakyat seperti para legeslatif, wajib memberi informasi terkait kinerjanya. Sebab, kata dia, legislator tersebut dipilih langsung oleh rakyat. “Informasi yang diberikannya juga merupakan bagian bentuk pertanggungjawaban terhadap pemilihnya. Jurnalis bekerja menggali informasi untuk dipublikasikan ke publik,” tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) ini memaparkan kepada insan mengejar berita di Banjarmasin.
Selanjutnya Aspihani menyatakan, para wartawan yang bertandang ke DPRD Banjarmasin itu merupakan sebuah tugas untuk menyebarkan informasi tugas mereka sendiri. Pada dasarnya berita yang digali oleh wartawan ke legislatif itu sangat membantu dan meringankan tugas para anggota dewan. Itu juga menurut dia dapat mengingatkan mereka agar jangan sampai berbuat kesalahan atas tugas dan amanah yang mereka emban sebagai abdi negara, ujarnya seraya menutup pembicaraan kepada wartawan.
Seperti diberitakan sebelumnya oleh media “Kabar Kalimantan”, kalangan legislator DPRD Kota Banjarmasin mulai jaga jarak dengan awak media pasca ‘diobok-obok’ Komisi Pemberantasan Korupsi. Para wakil rakyat terhormat di DPRD Kota Banjarmasin agaknya masih trauma. Mereka memilih menjaga privasi dengan membatasi ruang gerak jurnalis untuk menggali informasi publik.
Sejumlah anggota dewan diperiksa lembaga antirasuah tempo hari, penghuni gedung wakil rakyat lebih apik menjaga privasi. Bahkan, ruang gerak peliputan wartawan di DPRD Banjarmasin pun dibatasi.
Padahal, kerja wartawan untuk menggali informasi yang berkepentingan dengan masyarakat Banjarmasin. Tak tanggung-tanggung, pembatasan ruang gerak wartawan di DPRD Banjarmasin dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Banmus).
Dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Banjarmasin yang dilaksanakan Jum’at (6/10/2017) itu, memutuskan wartawan dilarang melakukan peliputan di kantor DPRD Banjarmasin hingga ke ruang Komisi.
Padahal, sebelum kasus suap pemulusan Perda Penyertaan Modal PDAM Bandarmasih terbongkar, wartawan diperbolehkan melakukan peliputan ke mana saja, termasuk ke dalam ruang komisi. Terlebih untuk liputan-liputan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Salah seorang wakil rakyat di DPRD Banjarmasin yang enggan namanya ditulis, membenarkan aturan baru ini. “Memang ada usulan di rapat Banmus melarang wartawan berada di ruang komisi. Larangan ini untuk lebih menjaga privasi (anggota dewan) pasca kasus penangkapan KPK kemarin,” ujarnya.
Ia menuturkan, berdasarkan berbagai usulan rapat Banmus, akhirnya diputuskan wartawan hanya boleh melakukan peliputan di depan sebelum masuk ruang komisi. “Bisa di depan lorong menuju ruang komisi, atau di taman. Kan taman gedung dewan sekarang sudah bagus,” katanya.
Namun, ia meminta, masalah ini tidak dibesarkan. Ia menduga aturan ini hanya kondisional karena masih ada unsur trauma. “Saya rasa aturan ini tak akan bertahan lama. Paling juga nanti diperbolehkan lagi. Jadi, jangan terlalu disikapi serius,” ucap pria berkacamata tersebut. (Suhaimi/Kastal/TIM)