ilustrasi kartun internet
SUAKA – MARTAPURA. Kedatangan Auditor BPKP yang dipimpin Widiatmoko bersama Kasi Pidsus Kejari Banjar, Budi Mukhlis guna melakukan audit investigasi terkait dugaan penyimpangan dana perjalanan dinas fiktif anggota dewan tahun 2015/2016 mendapatkan pujian dari salah satu aktifis LSM dan dosen.
Kasus ini berawal dengan adanya praktik perjokian, hingga merembet ke dugaan adanya penyimpangan dana perjalanan dinas yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Banjar dinilai oleh Abdul Kahar Muzakir, sebagai bentuk keserakahan dalam melakukan kunjungan kerja demi mendapatkan kelebihan uang yang bersumber dari APBD yang ada, “seharusnya anggota Dewan dalam Kunker itu melihat dari aspek kepentingan daerah, bukan mementingkan diri pribadi alias mempertebal dompet mereka saja,” ujar Direktur Daerah Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) Kabupaten Banjar ini menuturkan kepada wartawan, Senin (2/10).
Zakir berharap laporan lembaganya, yang mengarah kepada investigasinya pihak auditor BPKP dan Kejaksaan tersebut ke gedung DPRD Banjar benar-benar dijalankan sebagai bahan penyelidikan terhadap kasus perjokian dan perjalanan dinas fiktif yang diduga di lakukan oleh beberapa oknum anggota dewan dari Partai NasDem dan PKB serta Partai lainnya.
“penyelidikan sudah lama dilaksanakan, buktipun kemungkinan besar sudah terpenuhi sesuai unsur hukum, kapan ditingkatkan ke penyidikan, apabila kasus ini jalan ditempat dan Jaksa lembek menetapkan tersangkanya maka patut diduga Jaksa yang menangani ada main mata,” ujar Direktur Daerah LEKEM KALIMANTAN Kabupaten Banjar ini balik mempertanyakan kepada puluhan wartawan yang mewawancarainya.
Senada juga dengan Abdul Kahar Muzakir, Dosen Ilmu Politik UNISKA Banjarmasin, Dr Uhaib As’ad menyatakan seringnya perjalan dinas dilakukan oleh anggota DPRD Banjar ini dinilainya sebagai bentuk keserakan dan mafia politik atas nama lembaga terhomat demi mendapat keuntungan pribadi, ujarnya kepada sejumlah wartawan.
Uhaib berpendapat, semestinya, jika anggota dewan yang bersangkutan tidak dapat mengikuti agenda Kunker, tidak perlu menunjuk orang lain untuk mewakili, walaupun yang mewakili itu anak kandungnya sendiri.
“Menyuruh anak sendiri ataupun orang lain untuk mewakili Kunker Dewan, jelas ini perbuatan salah. Ini jelas praktik maling yang sangat tidak bermoral di balik lembaga terhormat ini,” tegasnya dengan berucap agak tinggi kepada wartawan.
Perlu diingat, lembaga DPRD bukan lembaga pribadi atau keluarga untuk mendapatkan kepentingan pribadi pula. Karena seorang anggota dewan itu wajib memperjuangkan kepentingan publik. Dari itu, anggota dewan tidak dapat seenaknya berlindung di balik marwah dewan semata guna meraup kepentingan pribadi.
“Nah anggota dewan seperti inilah perwujudan keserakahan di balik institusi dewan. Dan ini harus dibasmi. Apalagi yang digunakan untuk kunker uang rakyat, dari ini kapan kasusnya tingkatkan kepenyidikan” tegas Uhaib menyatakan kepada sejumlah wartawan. (TIM)