SUAKA. Keterlibatan langsung militer Myanmar dalam pembantaian massal Ummat Muslim Rohingnya adalah merupakan kejahatan kemanusiaan atau “crime Against humanity ” yang wajib di hukum oleh dunia internasional, demikian ungkapan Prof. Dr. H. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc, Minggu (03/2017).
Tokoh kelahiran di Lalang, Manggar , Belitung Timur, 5 Februari 1956 ini memaparkan, pembantaian yang dilakukan tentata Myanmar itu sengaja dibiarkan oleh Pemerintahnya, sehingga kejahatan ini menjadi kejahatan sistematis dan meluas yang bertujuan melenyapkan sebuah entitas etnis atau “etnic cleansing” di negara tersebut.
Dosen Hukum Universitas Indonesia ini mengutuk keras, pembantaian yang dilakukan mereka terhadap kaum Muslim Rohingya oleh militer Myanmar, yang jelas faktanya terlihat dibiarkan oleh Pemerintahnya. Dari itu menurut dia, Partai Bulan Bintang segera akan melakukan langkah politis dan kemanusiaan untuk membantu Muslim Rohingya.
“Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah diplomatik untuk menekan Myanmar. Indonesia dapat menggalang negara2 ASEAN lainnya untuk mengambil langkah nyata mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan pembantaian atas Muslim Rohingya,” tegasnya.
Lulusan Doktoral Universitas Malaysia ini mengungkapkan kekecewaannya kepada Aung San Suu Kyi, pemimpin paling berpengaruh di Myanmar saat ini, yang tidak mengambil sikap pro aktif menghentikan kekejaman yang dilakukan militer Myanmar dan kelompok-kelompok agama di sana terhadap Muslim Rohingya.
“Sebagai pemegang Hadiah Nobel Perdamaian, sikap Suu Kiyi yang membiarkan kekejaman di Myanmar adalah sikap yang sangat memalukan” ujar Yusril.
Ia juga mengajak Umat Islam Indonesia untuk bersatu padu membantu para kaum Muslim Rohingya. Solidaritas sebagai sesama Muslim harus kita tunjukkan di saat-saat penderitaan saudara-saudara kita di Myanmar sudah sedemikian seriusnya. Yusril Ihza Mahendra juga memerintahkan agar mengkoordinasikan bantuan kemanusiaan kepada Muslim Rohingya.
Terkait pembantaian yang dilakukana tentara Mnyanmar terhadap kaum Muslim Rohingya Myanmar, Bhiksu Wihara Dhammasoka, Kota Banjarmasin sepakat mengutuk pembantaian kemanusiaan yang tidak memiliki rasa kamanusian tersebut.
Seorang tokoh agama dan bhiksu di Banjarmasin, Saddhaviro Mahathera, mengaku prihatin atas peristiwa itu. “Kami sangat prihatin. Tidak tahu seperti apa kejadiannya jauh di sana, tapi kami di Banjarmasin ikut menanggung beban sosial. Kejahatan itu tidak sesuai ajaran Budha tentang cinta kasih dan olah kasih,” kata Saddhaviro ketika jumpa pers di Wihara Dhammasoka, Senin (4/9/2017).
Ia meminta teman media ikut meredam kasus di Myanmar agar tidak menjalar ke Kota Banjarmasin. Menurut Saddhaviro, kejahatan di Myanmar kontras dengan ajaran yang selama ini diajarkan Budha.
Ia mendesak pemerintah Indonesia segera mengambil sikap atas kejahatan di Myanmar. “Sakitnya saudara kita di Myanmar, sakitnya kami di sini. Jangankan membunuh manusia, membunuh semut saja dosa bagi agama Budha,” kata Saddhaviro.
Ia berharap umat muslim di Banjarmasin tidak terpancing atas isu etnis di Myanmar. Saddhaviro meminta semua umat agama tetap menjaga persatuan dan kesatuan di Banjarmasin. “Saya sudah 23 tahun di Banjarmasin. Jadi tahu bagaimana damainya di Banjarmasin. Kami sudah menanggung beban sosial luar biasa di masyarakat sebagai rohaniawan Budha,” kata Saddhaviro. (TIM)