suarakalimantan.com, Banjarmasin. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemegang Ijin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimanta Selatan, Drs Muhammad Solikin menyayangkan langkah Pemprov Kalsel melalui Dinas Pertambangan dan ESDM Kalsel yang telah membekukan 368 perusahaan pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP). “Harusnya setiap kebijakan harus dikaji aspek legalnya dulu, sebab dalam PP 78/2010 ada sanksi yang diterapkan mulai tertulis, penghentian sementara, dan penghentian permanen. Namun faktanya, regulasi PP 78/2010 tidak dijalankan secara baik oleh mereka,” ujar Solikin ucapnya dengan nada kesal, Kamis (17/08).
Selain itupula jaminan reklamasi tambang ini bisa dibayar 30 hari setelah ditandangani oleh Bupati, Gubernur dan Menteri. Dan dijelaskan dalam mekanisme perijinan dari eksplorasi ke produksi dibayar jaminan sebesar Rp 47,5 juta apabila lahan seluas 1 hektar. “Itu dianggap teman-teman di perusahaan sudah menjadi dana awal, sehingga seharusnya tidak perlu dihentikan operasinya,” tukas Solikin.
Ia berharap, Pemprov Kalsel jangan mematikan pengusaha tambang yang ada di Kalimantan Selatan ini, dan jaminan rekalamasi yang kisaran Rp 100 juta terlalu kecil, jika dibandingkan dengan investasi yang kami tanam miliaran rupiah selama ini. “Jadi sebaiknya penghentian sementara itu ditinjau ulang dan dipikirkan matang-matang kembali. Sebab mencari lapangan kerja sangat sulit bagi karyawan. Kalau dihentikan, maka tak bisa beroperasi, jelas para karyawan bisa kehilangan lapangan pekerjaannya” jelasnya.
Untuk itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemegang Ijin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimanta Selatan ini, meminta kepada pihak pemprov Kalsel, perlunya dibangun komunikasi yang bagus antara pengusaha tambang dengan pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Karena saat ini pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah melayangkan surat kepada perusahaan, tentang penghentian sementara kepada perusahaan 368 perusahaan pemegang IUP dari 526 perusahaan yang ada di wilayah Kalsel. Maka dari itu, guna mendorong kepada pengusaha tambang agar menyelesaikan pembayaran jaminan tambahan, tukas Solikin.
Selanjutnya dia memaparkan, agar perusahaan tetap saja berjalan, dan tak perlu dihentikan, secara berangsur-angsur perusahaan dapat menyelesaikan penambahan dana jaminan. “Jadi dalam satu bulan ini, kami akan menyelesaikannya kepada Dinas Pertambangan Provinsi Kalimanta. Selatan untuk penambahan uang jaminan,” tuturnya.
Fatalnya, kata Solikin, pihak pengusaha tambang juga tidak berikan ijin Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) sehingga pihaknya tidak bisa menjual hasil tambangnya. Oleh karena itu dapat kita bayangkan, akibatnya sangat banyak banyak karyawan yang terdampak, satu perusahaan memiliki tidak kurang dari 100-500 karyawan, ditambah anggota keluarga satu isteri dan anak. “Ini dampaknya jika perusahaan tambang batubara ini dihentikan pengerjaan proyeknya,” bebernya.
Kebijakan tanpa dikaji secara mendalam secara aspek hukum, bisa dipastikan sangat berdampak negatif. Dan tambang batubara terbanyak berlokasi di Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu, “Penghentian operasional hanya terhadap perusahaan yang belum membayar jaminan. Saya kira harus ada sosialisasi yang intensif terkait adanya PP 78/2010,” katanya seraya menutup pembicaraannya. (TIM)